Minggu, 05 Februari 2012



PT. TIGA MANUNGGAL SYNTHETIC INDUSTRIES

Perkembangan teknologi dan pembangunan di berbagai bidang di Indonesia berdampak pada perkembangan berbagai jenis industry. Perkembangan tersebut memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan yaitu pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh hasil limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi dari industry maupun rumah tangga, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industry tekstil. Perusahaan ini merupakan bagian dari Manunggal Group yang mengolah tekstil dengan polyester sebagai bahan dasarnya. Proses pengolahan tekstil selain menghasilkan produk berupa kain juga akan menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah cair yang dihasilkan oleh industry tekstil mengandung senyawa-senyawa kimia yang dgunakan dalam proses produksi, misalnya zat warna tekstil, caustic soda, asam asetat,dan lain-lain. Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organic tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat limbah cair ini akan menurunkan kualitas lingkungan jika dialirkan langsung ke sungai, bahkan dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem air dan rusaknya estetika lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, limbah cair yang dihasilkan industry tekstil harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Penanganan limbah yang tepat akan mengurangi masalah yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah.
PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries sebagai salah satu penghasil limbah cair juga memiliki Unit Pengolahan Limbah (UPL) yang mengolah limbah cair sebelum dibuang ke sungai. Pengolahan limbah yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi bahan-bahan pencemar yang ada didalam limbah cair sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga limbah cair dapat dibuang ke lingkungan UPL PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menggunakan pengolahan limbah secara biologi, fisika dan kimia dengan metode lumpur aktif. Salah satu kendala dalam operasional metode lumpur aktif adalah areal instalasi pengolahan limbah yang luas mengingat proses lumpur aktif berlangsung dalam waktu yang lama. Areal instalasi yang luas berarti dibutuhkan dana investasi yang besar dan ditambah lagi dengan proses operasional yang rumit sehingga proses lumpur aktif memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi temperature dan proses endapan. Selain itu, beberapa jenis zat warna tekstil tidak dapat terdegradasi oleh bakteri lumpur aktif. Maka dari itu, dilakukan Praktik Kerja Lapangan di UPL PT . Tiga Manunggal Synthetic Industries agar dapat lebih memahami dan mengetahui lebih detail proses yang ada di UPL,khususnya proses kimia. 
 
A.   Tinjauan Umum PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries

A.    Sejarah Perusahaan
PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries bergerak dibidang tekstil yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman No.1 Salatiga. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1974 tetapi pengoperasiannya baru dimulai pada tahun 1976. Pertama kali berdiri, perusahaan ini tidak sebesar sekarang. Dengan modal 700 unit mesin tenun dan 1 unit pencucian yang berfungsi untuk penghilangan kanji, perusahaan ini hanya mampu memproduksi kain mentah (kain grey).
Namun tidak berhenti disitu saja, pada tahuin 1992 perusahaan menambah 1 unit mesin pewarnaan (jet dyeing). Mesin ini digunakan untuk memproduksi kain berwarna yaitu proses kain mentah dicelupkan pada bahan pewarna.
Bahan pewarna yang digunakan banyak mengandung bahan-bahan kimia sehingga limbah yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, PT. Tiga Manunggal Synthetic  Industries mendirikan Unit Pengolahan Limbah (UPL).
Bulan Maret 1994 bak penampungan dioperasikan dengan fungsi untuk menetralkan pH. Pada Mei 1994 dibangun sarana pelengkap lainnya berupa kolam ekualisasi,cooling tower,kolam aerasi,kolam pengendapan,kolam pre koagulasi,kolam koagulasi,kolam sedimentasi, dan dapat dioperasikan sepenuhnya.
Dalam pengoperasian unit UPL-nya PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menggunakan tiga tahap,yaitu:
1.      Tahap biologi berupa kolam aerasi dengan metode lumpur aktif
2.      Tahap fisikawi berupa cooling tower dan kolam sedimentasi
3.      Tahap kimiawi berupa kolam pre koagulasi,equalisasi, dan kolam aerasi.
Dalam pengolahan limbah prosesnya dibagi menjadi dua yaitu untuk limbah tak berwarna dan limbah berwarna. Limbah tidak berwarna langsung masuk kedalam bak ekualisasi sedangkan limbah berwarna harus melalui treatment terlebih dahulu di dalam kolam pre koagulasi.
Pada tahun 1998 diketahui bahwa mikroba yang ada di dalam kolam aerasi selain mampu memecah materi organic ternyata juga mampu mengurangi warna. Berdasarkan hal tersebut dan pertimbangan efisiensi biaya, maka sejak itu kolam pre koagulasi tidak digunakan lagi.
Tahun 2001 PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menambah mesin Jet Dyeing dari 1 unit menjadi 7 unit. Dengan penambahan ini, produksi tekstil di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries semakin meningkat sehingga limbah yang dihasilkan pun semakin banyak. Karena keterbatasan unit-unit pengolah limbah yang dihasilkan tersebut, maka pada tahun 2002 dibangunlah satu bak aerasi ,satu unit mesin thickner, dan satu unit kolam sedimentasi baru.
Tahun 2005 diadakan modifikasi untuk perbaikan pada system ekualisasi,cooling tower,system netralisasi,system aerasi,system koagulasi,penambahan filtrasi serta perbaikan urutan proses pengolahan. Alasan diadakannya modifikasi ini adalah karena:
1.      Perbandingan debit air limbah yang diolah kurang sebanding dengan yang dihasilkan oleh proses produksi.
2.      Terjadinya penurunan temperature yang drastic (biasanya terjadi pada awal pergantian musim, terutama musim hujan ke musim kemarau), yang dapat menyebabkan busa meluap akibat banyak sel yang mati.
3.      Hasil yang dibuang ke lingkungan belum sesuai dengan standar dari pemerintah.
PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries sebagai perusahaan yang berskala besar mempunyai visi ke depan yaitu mengikis semua pelanggaran sehingga hal ini dapat dijadikan pegangan oleh PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries untuk mencapai hasil yang maksimal. Sedangkan untuk misinya adalah tercapainya produktivitas kerja maksimal dan kualitas tenaga kerja yang handal.

B.     Struktur Organisasi
1.      Struktur Organisasi dan Manajemen
Struktur ini bersifat saling berkaitan antara satu dengan yang lain sehingga diperlukan kerja sama yang lebih erat antara posisi yang satu dengan posisi lainnya.
2.      Kepegawaian dan Jaminan Kesejahteraan
a.       Kepegawaian
Jumlah total karyawan PT. Tiga Manunggal Synthetic Indusries adalah sebanyak 1.010 orang. Jam kerja untuk karyawan dimulai hari Senin sampai dengan Jum`at pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB, dengan waktu istirahat selama 1 jam dari pukul 11.30 WIB sampai dengan pukul 12.30 WIB. Khusus untuk hari Sabtu kerja mulai pukul 08.00 WIB dan berakhir pukul 13.00 WIB. Setiap karyawan wajib bekerja minimal 23 hari/ bulan dengan cara 1 hari atau 40 jam/minggu. Untuk pergantian kerja shift ditentukan setelah 6 hari kerja.
b.      Jaminan Kesejahteraan
Perusahaan menyadari bahwa kesejahteraan karyawan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan. Untuk itu, perusahaan menyediakan fasilitas dan jaminan social antara lain:
·         Tiga buah pakaian seragam, dua pasang sepatu kerja, dan perlengkapan kerja.
·         Fasilitas makan di kantin satu kali setiap hari kerja.
·         Transportasi antar jemput karyawan (8 buah bus).
·         Mess bagi karyawan dan karyawati.
·         Fasilitas ibadah berupa masjid dan gereja di lingkungan pabrik.
·         Program ASTEK (Asuransi Tenaga Kerja)
·         Bantuan pernikahan,kelahiran, dan kematian.
·         THR (Tunjangan Hari Raya) dan Jaminan Hari Tua.

C.     Limbah Cair Industri Tekstil
1.      Limbah Cair
Limbah tekstil dapat mencemari lingkungan dikarenakan bahan yang digunakan dalam proses industry sebagian besar merupakan senyawa kimia berbahaya, terutama dalam proses pewarnaan. Menurut Sumantri dkk (2004) bahan pewarna yang umum digunakan dalam industry tekstil antara lain adalah zat warna mono azoasam turunan benzonaphtalene, zat warna mono azo asam turunan azonaphtalene. Sedangkan deterjen yang banyak digunakan meliputi deterjen kationik dan nonionic serta perubahan penggunaan kanji dengan polivynil alcohol (PVA) semakin menambah berat air limbah yang ada. Oleh karena itu limbah tekstil harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.
Lingkungan yang tercemar pada dasarnya memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya sendiri, akan tetapi jika polutan yang dibuang berlebihan maka dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk mengurangi atau meminimalisasi pencemaran limbah cair diperlukan perencanaan yang meliputi:
a.       Pemilihan zat warna dan zat pembantu yang dapat terurai
b.      Penggunaan alat atau proses yang menggunakan air sedikit mungkin
c.       Penggantian medium air dengan medium lain
d.      Penampungan dan analisa limbah dari setiap proses untuk memungkinkan penggunaan kembali (
reuse), pengembalian kembali (recovery), daur ulang (recycle) dan penggabungan dengan limbah lain
e.       Peningkatan kebersihan di dalam pabrik.
Pengolahan limbah cair umumnya dilakukan dengan menggunakan cara biologi dengan memanfaatkan mikrobiologi untuk menguraikan kandungan senyawa-senyawa organic, dan cara kimia untuk memisahkan kandungan senyawa kimia dari air. Dalam pengolahan limbah cair menggunakan proses kimia biasanya dengan penambahan bahan kimia koagulan yang mengikat bahan pencemar yang ada di dalam air limbah sehingga mudah untuk dipisahkan. Bahan kimia yang digunakan tergantung pada pH yang diinginkan, contohnya penambahan alum (pH 6-8), fero sulfat (pH 8-10), feri sulfat (pH 5-9),dan PAC (pH 6-9)..

B.   Sumber Limbah Cair PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries dalam proses produksinya selain menghasilkan kain sebagai produk primer juga menghasilkan limbah cair sebagai produk sampingan. Limbah cair yang dihasilkan berasal dari berbagai departemen tetapi yang paling banyak berasal dari departemen pewarnaan (dyeing). Berikut ini adalah proses yang menghasilkan limbah pada PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries.
1.      Sizing
Proses sizing merupakan proses pemberian kanji pada benang yang bertujuan untuk menambah kekuatan benang. Dalam proses ini, PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menggunakan PVA (Polyvinil Alcohol). Dari proses pengajian ini akan dihasilkan limbah dari sisa pengajian.

2.      Weaving
Setelah proses sizing, benang yang dihasilkan ditenun menjadi kain sintetis polyester.

3.      Desizing
Proses ini merupakan penghilangan kanji yang digunakan pada proses sizing. Desizing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan dengan asam sulfat encer atau dengan menggunakan enzim pelarut pati. Penggunaan asam sulfat encer ini berdasarkan pada sifat kanji yang tidak stabil pada kondisi pH rendah (asam), sehingga kanji akan keluar dari serat kain. Keseluruhan proses ini bertujuan agar kanji tidak mengganggu proses pewarnaan.
4.      Clearing
Proses yang digunakan untuk menghilangkan lilin,senyawa pectin, dan senyawa non selulosa lain serta deterjen alkali atau campuran NaOH,Na2CO3, dan Na2SiO3.
5.      Weight Reduce
Proses ini merupakan proses pengikisan kain yang dilakukan untuk mempermudah adsorbs dyestuff (zat warna) kedalam serat kain. Dalam proses ini digunakan caustic sehingga air limbah akan mengandung NaOH. Semakin banyak proses produksi, akan menyebabkan semakin tinggi kandungan NaOH dalam air limbah. Penggunaan NaOH ini akan berbeda jumlahnya untuk tiap jenis dyestuff yang berbeda.
6.      Finishing
Finishing merupakan proses kimia dan mekanis yang meliputi secoring, pressing, dan calendaring yang digunakan untuk membuat kain agar lebih menarik. Sedangkan yang dimaksud degan finishing adalah operasi mekanis yang digunakan untuk menghilangkan kerut,kusut, dan memberikan efek dan perancangan khusus pada kain.

7.      Dyeing
Bahan pewarna yang digunakan pada industry tekstil sebagian besar merupakan senyawa-senyawa organic komplek yang disebut dyestuff, karena adanya gugus kromofor sebagai pembawa warna pada molekulnya. Dyestuff dapat menghasilkan efek warna dengan cara menyerap sinar tampak pada panjang gelombang tertentu,memantulkan, dam memancarkannya.
A.    Zat Warna Tekstil (Dyestuff)
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organic tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organic tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatic antara lain senyawa hidrokarbon aromatic dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi bewarna.
B.     Penggolongan Zat Warna
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetic. Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantive dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif. Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna monogenetic apabila memberikan   satu warna dan zat warna poligenetik apabila dapat memberikan beberapa warna.
Penggolongan zat warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi penggolongan zat warna menurut “Colours Index” volume 3,yang terutama menggolongkan atas dasar system kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-aril karbonium, Polisiklik, Aromatik Karbonil, Quinonftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sintetis yang cukup penting. Lebih dari 50 % zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai system kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatic. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning,merah,jingga,biru AL (Navy Blue),violet dan hitam,hanya warna hijau yang sangat terbatas.
Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industry tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, disperse, pigmen, reaktif, solven, belerang, bejana dan lain-lain. Dari uraian diatas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam factor antara lain: jenis serat yang akan diwarnai, macam warna yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia.
Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna disperse. Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat poliamida,polyester dan poliakrilat. Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat polyester,kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik.
1.      Zat Warna Reaktif
Dalam daftar Color Index golongan zat warna yang terbesar jumlahnya adalah zat warna azo, dan dari zat warna yang berkromofor azo ini yang paling banyak adalah zat warna reaktif. Zat warna reaktif ini banyak digunakan dalam proses pencelupan bahan tekstil. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan system azo dan antrakuinon dengan berat molekul relative kecil dab daya serat terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu. Disamping terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo ester atau eter,molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif. Tetapi kecepatan reaktif alcohol primer jauh lebih tinggi daripada alcohol sekunder. Mekanisme reaksi pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan unsure positif pada zat warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi. Agar dapat bereaksi zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi,mendorong pembentukan ion selulosa dan menrtralkan asam-asam hasil reaksi.
2.      Zat Warna Dispers
Zat warna ini mulai ditemukan untuk mencelup serat selulosa asetat yang bersifat hidrofob dam mampu menyerap zat organic yang tidak larut dalam air, dengan membuatnya dalam bentuk suspense. Penemuan zat disperse ini menjadi sangat penting dengan ditemukannya serat sintetik lainnya yang sifatnya lebih hidrofob daripada serat selulosa asetat, seperti serat poliamida,polyester dan poliakrilat. Terutama untuk serat polyester yang kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna disperse.
Zat warna disperse adalah zat warna organic yang dibuat secara sintesis,yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan disperse. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob. Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara merata didalam larutan, yang disebut zat pendispersi. Zat warna disperse dapat mewarnai serat polyester dengan baik jika memakai zat pengemban atau dengan temperature tekanan tinggi.
Zat warna dispers mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut:
a.       Tidak larut dalam air
b.      Pada umumnya zat warna disperse berasal dari turunan azo,antrakuinon/nitro akrilamina dengan berat molekul rendah
c.       Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel antara 0,5-2 mikron
d.      Bersifat non-ionik,walaupun mengandung gugus-gugus NH2 NHR OH
e.       Selama proses pencapan dengan zat disperse tidak mengalami perubahan kimia.
Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus ionic sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionic (semi ionic). Serat ini hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionic (zat warna dispers) yang praktis tidak larut dalam air. Cara melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna disperse digunakan dalam bentuk disperse yang halus dalam air ukuran partikel disperse 0,5 mikron disebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap serat poliester yang juga bersifat hidrofobik. Dalam proses pencelupan,partikel zat warna masuk kedalam serat dalam keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna disperse dapat dibuat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.
Zat warna disperse jenis azo umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Daya pewarnaan yang tinggi
b.      Pemakaian ekonomis
c.       Sifat kerataan celupan bervariasi,ada yang mudah rata ada juga yang sulit tetapi secara umum lebih sulit dari jenis antrakuinon
d.      Termomigrasi relative lebih baik dari pada antarkuinon
e.       Daya penutup ketidakrataan benang kurang lebih sebanding dengan antrakuinon.
Lebih dari 60% zat warna merupakan zat warna yang mempunyai gugus azo, tetapi umumnya tidak melepas amina yang karsinogen dalam kondisi tereduksi. Zat warna azo yang dilarang adalah yang melepas senyawa aril amina pada kondisi tereduksi. Dalam proses printing kemungkinan masalah yang timbul adalah alternative yang tersedia untuk penggantian warna kuning,orange dan coklat yang masih termasuk mahal harganya. Zat antrakuinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah
b.      Relative lebih mahal
c.       Sifat kecerahan dan migrasi relative lebih baik dari azo
d.      Termomigrasi lebih jelek,bila dibandingkan dengan azo
e.       Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik
f.       Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik
g.      Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi.
Sifat-sifat zat warna dispers adalah sebagai berikut:
a.       Kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Difenilamina dalam bentuk disperse dapat mencelup kedalam hidrofop,dalam perdagangan kebanyakan zat warna dispers mengabdung gugus aromatic dan alifatik yang mengikat gugus fungsional (-OH,-NH2-BHR,dsb) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor) hydrogen. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipole (dwikutub). Adanya gugus aromatic OH dan alifatik AH2 dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air. Zat warna disperse mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat rendah akan tetapi dengan peningkatan temperature daya kelarutan dapat meningkat dengan cepat sampai beberapa ratus gram/L. yang sangat penting dalam proses pencelupan adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengaruhi oleh:
Ø  Kecepatan penyerapan zat warna
Ø  Banyak / sedikitnya penyerapan
Ø  Migrasi
Ø  Penodaan pada serat campuran.
b.      Sensitifitas
Zat warna disperse yang berupa partikel-partikel kecil tidak mungkin berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing Agent) zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung disekeliling zat warna sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat membantu terjadinya stabilitas. Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an-ionik yaitu lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik
Ø  Kualitas darti pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
Ø  Bentuk Kristal dari zat warna .Bentuk kristal tertentu mudah dibersihkan dan ada yang relative sulit
Ø  Distribusi partikel ukuran zat warna.
Klasifikasi Zat Warna Dispersi
Zat warna dispers dapat digolongkan menurut sifat sublimasinya secara umum dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
a.       Golongan Pertama (A)
Zat warna dispers ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai sifat celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasinya yang rendah biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon,serat poliamida,serat di/tri asetat,dapat juga digunakan untuk sertat polyester yang dibantu dengan zat pengemban pada temperature 1000C.
b.      Golongan Kedua (B)
Zat warna disperse yang mempunyai berat molekul yang relative kecil dengan sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga sangat baik untuk pencelupan polyester dengan zat pengemban pada temperature tinggi. Pada proses thermosol hanya digunakan untuk mewarnai warna-warna muda,dengan temperature yang lebih rendah.
c.       Golongan Ketiga (C)
Zat warna disperse yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat sublimasi yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa digunakan untuk pencelupan zat pengemban. Temperature tinggi atau proses termosol dengan hasil yang baik.
d.      Golongan Keempat (D)
Zat warna dispers yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat sublimasi tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat sublimasinya yang paling tinggi idak dapat digunakan untuk pencelupan dengan zat pegemban. Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol / temperature tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna disperse memegang peranan penting,terhadap sifat pencelupan.
Karakteristik Limbah Cair PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
1.      Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia air limbah merupakan suatu indikasi adanya senyawa kimia yang bisa membahayakan lingkungan sekitar. Senyawa-senyawa kimia tersebut dapat berupa senyawa organic seperti karbohidrat, lemak, protein, surfactant, serta zat anorganik seperti klorida, fosfor, nitrogen, dan logam-logam berat seperti air raksa, timah, nikel, kromium, dan lain-lain.
Parameter yang digunakan untuk mengetahui karakter kimia air limbah antara lain:
a.       Derajat Keasaman (pH)
Parameter ini menunjukkan jumlah ion hydrogen dalam larutan. Dalam proses pengolahan limbah dengan lumpur aktif, pH menjadi factor penting untuk pertumbuhan mikroorganisme. pH yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 6,8 - 8,0.
b.      DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan parameter yang dapat digunakan untuk memperkirakan beban materi organic yang terdapat dalam air limbah. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu,oksigen juga dibutuhkan untuk okdidasi bahan-bahan organic dan anorganik dalam proses aerobic.
c.       BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah suatu analisa yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organic yang terlarut dan sebagian zat-zat organic yang tersuspensi dalam air.
d.      COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organic yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air.

2.      Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi dapat digunakan sebagai indicator pencemaran air limbah oleh mikroorganisme baik dari jenis tumbuhan maupun hewan. Karakteristik ini dapat diketahui dengan menggunakan metode lumpur aktif yang mengandung mikroorganisme pengurai seperti Vorticella, Phikkodina, dan Protozoa.
Metode lumpur aktif adalah suatu metode yang digunakan untuk mendegradasi atau menghancurkan zat-zat kimia organic dalam air limbah industry menjadi air, gas karbondioksida, ammonia, dan lain-lain dengan menggunakan jasad renik. Mikroorganisme didalam lumpur aktif akan menyerap N dan P pada limbah sebagai nutrisi kemudian diuraikan dan digunakan sebagai pembiakan. Jika kekurangan nitrogen pembiakan menjadi kurang aktif sehingga keseimbangan benda-benda organic dalam limbah menjadi hilang. Biasanya N dan P terdapat dalam limbah tetapi dalam keadaan terpaksa dapat ditambahkan dalam limbah.
3.      Karakteristik Fisika
a.       Jumlah zat padat terlarut (total solid)
Total solid didefinisikan sebagai jumlah zat padat yang tinggal dalam residu air limbah yang terdiri dari benda-benda atau partikel-partikel dalam kondisi mengendap,terlarut,dan benda-benda yang tersuspensi atau tercampur.
Padatan dalam suspense pada keadaan tenang akan mengendap setelah waktu tertentu,hal ini dikarenakan adanya pengaruh gaya berat dari padatan tersebut. Salah satu analisa yang dapat digunakan untuk menentukan volume padatan yang terendap yaitu melalui analisa volume lumpur (SV30).
b.      Temperature
Temperature air limbah biasanya cukup tinggi,selain dipengaruhi iklim juga dapat disebabkan karena jenis dan karakter zat warna yang digunakan dalam proses produksi. Temperature air limbah harus selalu dimonitor karena kecepatan dan penyelenggaraan reaksi kimia tergantung pada temperature air limbah,kehidupan bakteri dalam air limbah juga tergantung pada temperature. Pencernaan aerobic dan nitrifikasi terhenti pada temperature 50ºC, sebaliknya jika temperature dibawah 15ºC bakteri yang memproduksi methan berhenti sama sekali,zat asam semakin berkurang,ikan dan binatang lain akan mati.
c.       Warna
Air limbah yang masih segar biasanya berwarna coklat abu-abu. Timbulnya warna air limbah disebabkan karena terlarutnya pencemar dalam air. Intensitas warna dapat diukur dengan menggunakan perbandingan visual dari contoh air limbah yang bersangkutan dengan warna standar. Karakter yang akan muncul pada air limbah dipengaruhi oleh penggunaan warna dalam proses produksi. Penggunaan warna yang selalu berganti-ganti akan mempengaruhi kerja bakteri pengurai. Disamping dapat mengganggu keindahan,mungkin juga dapat bersifat racun,serta biasanya sukar dihancurkan.
d.      Bau
Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah bahan organic menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Selain itu,ada mikroorganisme lain yang bisa mengubah sulfat menjadi sulfit dan menghasilkan gas hydrogen sulfide. Bau yang lainnya disebabkan karena senyawa kimia tertentu atau senyawa yang menghasilkan bau selama berlangsungnya proses pengolahan air limbah. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organic menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
e.       Kekeruhan (turbiditas)
Kekeruhan disebabkan oleh kandungan padatan baik berupa senyawa organic, anorganik, dan jasad renik. Tingkat kekeruhan air limbah tergantung pada kehalusan partikel dan konsentrasinya. Kekeruhan yang berlebihan pada air limbah akan menghambat penembusan cahaya matahari yang sangat dibutuhkan oleh microbial dalam reaksi fotosintesis untuk menghasilkan oksigen.

C.    Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Lumpur Aktif (Activated Sludge)  PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
Metode Lumpur Aktif (Activated Sludge)
Metode lompur aktif merupakan metode pengolahan limbah dengan menggunakan lumpur yang diaktifkan secara biologi dengan bakteri starter seperti Vorticella,Philodina,Protozoa. Proses pengolahan yang dilakukan oleh Unit Pengolahan Limbah PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries merupakan proses pengolahan secara aerobic.
Proses pengolahan secara aerobic melibatkan mikroorganisme dan membutuhkan oksigen yang terdapat dalam limbah cair. Umumnya dapat dipergunakan untuk mengolah limbah dengan beban organic yang tidak terlalu tinggi. Factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam proses oksidasi biologi adalah sebagai berikut:
1.      Oksigen dalam air limbah
2.      Nutrient,sebagai makanan mikroorganisme. Limbah cair harus cukup mengandung N dan P supaya lumpur biologis dapat tumbuh dengan baik
3.      pH
4.      Temperatur
5.      Toksisitas limbah,zat-zat beracun seperti fenol,logam berat,garam dan amoniak konsentrasinya dibatasi pada batas mikroorganisme masih dapat hidup.
Macam-macam proses aerobic dan mikroorganisme yang berperan dalam pengolahan limbah menurut cara mendapatkan sumber karbon adalah sebagai berikut:
1.      Heterotrophs
Heterotrophs yaitu mikroorganisme yang melakukan metabolisme dengan suspense, dan merubahnya menjadi gas dan cell tissue yang segera mengendap didasar bangunan, karena berat jenisnya lebih besar dari berat jenis air limbah itu sendiri.
Berdasarkan cara memperoleh energy, mikroorganisme ini dapat dibagi lagi menjadi:
a.       Chemoheterotrophic, karena mendapat energy dari reaksi oksidasi dan reduksi bahan organic.
b.      Photoheterotrophic, karena mendapat energy dari sinar.
2.       Autotrophs
Autotrophs yaitu mikroorganisme yang melakukan metabolisme dengan memanfaatkan CO2 dan merubahnya menjadi cell tissue. Berdasarkan sumber energinya mikroorganisme ini dapat dibagi lagi menjadi:
a.       Chemoautotrophic, karena mendapat energy dari reaksi oksidasi dan reduksi dari bahan anorganik.
b.      Photoautotrophic, karena mendapat energy dari sinar.
Pengolahan limbah PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries termasuk dalam pengolahan limbah dengan mikroorganisme chemoheterotrophic karena air limbah yang dihasilkan dari unit produksi sebagian besar merupakan bahan-bahan organic yang terutama berasal dari zat warna. Bahan-bahan organic dalam air limbah ini digunakan sebagai nutrisi oleh mikroorganisme. Secara garis besar, terdapat dua macam proses dalam pengolahan secara biologis, yaitu suspended growth dan attached growth. Dalam proses suspended growth, mikroorganisme yang melakukan proses aerobic tersebut selalu dipertahankan keberadaannya berupa suspense, didalam cairan air limbah. Proses ini digunakan oleh PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries untuk pengolahan limbah.
Metode yang digunakan termasuk dalam proses suspended growth. Pada suatu proses pengolahan, lumpur aktif tampak berupa flok yang keluar diatas mikroorganisme yang hidup. Zat berlumpur inilah yang disebut bibit lumpur aktif yang kemudian dicampur dengan air limbah dan dimasukkan kedalam reactor. Selanjutnya seluruh isi reactor akan mengalami aerasi secara mekanis. Selama proses berlangsung, campuran lumpur dan air limbah juga diaduk secara merata, sehingga zat organic dalam air limbah mengalami proes oksidasi-sintesis oleh bakteri dan protozoa dan diubah bentuknya menjadi sel bakteri baru.
COHNS + O2 + nutrisi => CO2 +NH3 + C5H7NO2 + produk lain
                                                                 (Sel bakteri baru)

Keberhasilan proses unit pengolah limbah membutuhkan terbentuknya komunitas microbial yang dapat memetabolisme bahan kimia polutan yang ada dalam air limbah sehingga terjadi pertumbuhan flok yang kompak, yang dapat mengendap secara cepat dalam tangki sedimentasi. Untuk mencapai hasil tersebut system reactor lumpur aktif harus dioperasikan sehingga kondisi system tetap dan mikroorganisme dapat tumbuh baik.
Secara normal, air limbah menjadi substansi organic dan anorganik. Pada buangan domestic, dua per tiga bagian substansi organic berbeda dalam kondisi tersuspensi dan sepertiganya lagi bagian terlarut. Penyusun COD dalam limbah domestic 30% merupakan lemak, 30% merupakan karbohidrat, 10% protein. Disamping itu komponen utamanya adalah air yang dapat mengandung berbagai macam senyawa organic minor dengan kadar mg/L atau kurang seperti deterjen, desinfektan, cat, dan lain-lain. Senyawa mengandung subtract untuk bakteri kemolititrof seperti sulfide yang akan dioksidasi menjadi sulfat, besi ferro menjadi bentuk ferri dan ammonium yang dinitrifikasi menjadi nitrat. Oleh karena beragamnya penyusun air buangan, maka tidak ada satu jenis mikroorganisme yang dapat mengangkat semua sumber energy potensial yang ada didalamnya. Berbagai organism dari bakteri, jamur, protozoa dan retifera hidup langsung pada substrat yang diatas, memetabolisme dan menghasilkan produk yang dapat digunakan oleh organisme lainnya.

Proses Mikrobiologi
Dikondisi aerobic, mikrobia menghasilkan oksigen sebagai akseptor electron terakhir untuk konversi materi organic menjadi CO2, H2O, dan biomassa. Dalam kondisi tertentu (terutama substrat ekstraseluler terbatas) biomassa dapat dikonversi menjadi CO2 dan energy. Kondisi demikian dikenal sebagai respirasi endogenous.
CHON5 + O2 + nutrient + mikrobia= CO2 + NH3 +C5H2NO2 + produk
                 (Materi organic)                                                          (sel mikroba baru)

Kelebihan dan Kelemahan Proses Lumpur Aktif
Kelebihan:
·         Dapat digunakan untuk mengolah berbagai macam air limbah
·         Dapat mengurangi materi organic dan nitrifikasi
·         Dapat digunakan untuk mengurangi fosfat
·         Dapat memisahkan padatan dari liquid
·         Dapat digunakan untuk stabilitas lumpur
·         Mampu mengurangi padatan tersuspensi hingga 97%
·         Banyak digunakan dalam proses pengolahan air limbah.
     Kekurangan:
·         Memerlukan lahan yang luas
·         Tidak dapat menghilangkan warna
·         Tidak dapat menghilangkan beberapa senyawa anorganik
·         Sering menimbulkan problem apabila lumpur tidak mengendap baik
·         Selalu mempertahankan konsentrasi biomassa tinggi di reactor dengan return sludge,sehingga menambahkan biaya operasional.
Design Proses Pengolahan Limbah Cair PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries dalam pengolahan limbah cairnya sangat memperhatikan karakter dari air limbah yang akan diolah, jumlah air limbah yang akan diolah, kondisi dan kandungan zat-zat terlarut dalam air limbah yang akan diolah dan lingkungan tempat pembuangan air limbah setelah diolah.
Pengolahan limbah ini dimaksudkan untuk mengurangi efek samping dari limbah. Sehingga perusahaan dapat mengoperasikan produksinya dengan baik dan meminimalisasi dampak berbahaya terhadap lingkungan sekitar PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries saat ini hanya membuang cairan hasil treatment dari limbah cair saja sedangkan untuk lumpur atau limbah padatnya perusahaan belum mampu mengolah sehingga dikirim ke PT. PPLi Bogor untuk diolah lebih lanjut.
Unit pengolahan limbah PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries terdiri dari kolam penampungan (ekualisasi), Cooling Tower, kolam pengendapan atau sedimentasi, kolam aerasi, tangki flokulasi dan tangki koagulasi, bak intermediet.
Tahap-tahap proses pengolahan limbah cair PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.      Tahap Pengolahan Awal
a.       Tahap Penyaringan
Terjadi pada alat penyaring yang terjadi dari dua unit yaitu unit saringan kasar dan unit saringan halus, dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang berbentuk kasar dan ukurannya masih cukup besar yang akan mengganggu jalannya proses pengolahan limbah.
b.      Tahap Pemisahan Kotoran
Terjadi pada bak penampungan dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang ukuran partikelnya lebih kecil atau halus, seperti lumpur dan pasir.
c.       Tahap Pengkondisian
Tahap pengkondisian ini bertujuan untuk menghomogenkan air limbah sebelum masuk proses degradasi oleh zat organic secara biologi, yaitu dengan pengaturan pH (penambahan asam atu basa pada kolam ekualisasi) atau pengaturan temperature (dengan cooling tower).
Biasanya pH air limbah yang baru dihasilkan rata-rata berkisar 12-13 dan akan diturunkan mendekati 7-9 dengan penambahan larutan H2SO4, sedangkan temperaturnya berkisar antara 400-500C yang akan diturunkan menjadi ± 300C. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya fluktuasi yang tinggi yang dapat memberikan dampak negative.
2.      Tahap Proses Aerob
Tahap ini terjadi pada kolam aerasi, limbah yang sudah melalui proses pengkondisian akan dibawa kekolam ini. Dalam kolam aerasi ini terdapat mikroorganisme yang akan memakan zat-zat organic yang ada dalam limbah selain itu terdapat lumpur aktif. Dalam kolam aerasi ini juga diberikan penambahan oksigen dan nutrisi untuk meningkatkan kemampuan metabolisme dalam mendegradasi air limbah selanjutnya. Biasanya saat masuk dalam kolam ekualisasi nilai COD limbah sangat tinggi (rata-rata lebih dari 1000mg/L), hal ini menunjukkan bahwa materi organic yang terkandung dalam air limbah masih sangat banyak. Dalam kolam aerasi materi-materi organic tersebut akan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai nutrisi dan sumber energy. Dengan kondisi lingkungan yang optimal maka proses penguraian air limbah dapat berlangsung dengan baik dan kandungan bahan organic air limbah dapat diturunkan.
3.      Tahap Pengolahan Akhir
Pada tahap pengolahan akhir ini air limbah akan dialirkan ke kolam sedimentasi untuk dilakukan pemisahan lumpur dengan air limbah setelah melalui proses aerob, air yang dihasilkan adalah air yang memiliki kadar COD dan BOD rendah yang telah memenuhi baku mutu lingkungan yang ditentukan pemerintah dan juga harus tidak berbau dan berwarna. Jika kadar COD dirasakan masih cukup tinggi maka air limbah harus dialirkan ke bak koagulasi terlebih dahulu untuk mengikat materi-materi organic yang tidak terserap oleh mikroba serta untuk mengikat mikroba itu sendiri yang sudah mati. Dalam bak ini limbah akan mengalami proses kimiawi dengan penambahan koagulan dan flokulan sehingga dapat membentuk endapan yang mudah mengendap, sehingga dapat menurunkan kadar COD pada air limbah. Lapisan air akan dialirkan ke bak intermediet untuk selanjutnya akan dibuang ke lingkungan. Sebelum air dialirkan ke sungai,air dialirkan ke kolam ikan sebagai indicator biologis. Jika limbah yang sudah ditretment masih memiliki kadar COD dan BOD tinggi maka ikan akan langsung mati. Namun pada dasarnya indicator seperti ini kurang valid karena dipengaruhi banyak factor. Sedangkan lapisan lumpur akan ditarik kembali ke kolam aerasi. Jika keadaan lumpur dalam kolam aerasi telah banyak maka lumpur dari tangki sedimentasi dimasukkan dalam proses Belt-Press yaitu untuk mengurangi kadar air kemudian ditampung dalam bak penampungan untuk dikeringkan terlebih dahulu sebelum dibawa ke PT. PPLI Bogor untuk pengolahan lebih lanjut.
Pengujian Kualitas Air Limbah
Pengujian kualitas air limbah di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries yang dilakukan di Unit Pengolahan Limbah (UPL) meliputi pengukuran pH, temperature, DO, BOD, COD, SV30, dan jenis mikroba yang ada.
Pengukuran pH
Pengukuran pH mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pengolahaan limbah. Mikroorganisme dalam kolam aerasi membutuhkan pH yang optimal untuk dapat melakukan proses microbial. Di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries, pH yang digunakan pada kolam aerasi untuk dapat mendukung kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi limbah adalah 6-8.
Metode pengukuran pH di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.      Pengambilan sampel dilakukan pada kolam ekualisasi,cooling tower, kolam aerasi 1 dan 3 atau kolam aerasi 2 dan 4, bak sedimentasi 1 ,2, 3, 4 dan effluent.
2.      Mengambil air limbah dengan menggunakan ember
3.      Mengukur pH masing-masing kolam dengan menggunakan pH meter
4.      pH dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran temperature
Pengukuran temperature dilakukan karena pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh temperature. Temperature antara 250 - 370C merupakan temperature paling sesuai dengan kemampuan mikroba untuk dapat hidup dan beraktivitas dalam lingkunagn air limbah.
Metode pengukuran temperature di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.      Pengambilan sampel dilakukan pada kolam ekualisasi,cooling tower,kolam aerasi 1 dan 3 atau 2 dan 4, bak sedimen 1, 2, 3, 4 dan effluent
2.      Mengambil sampel air limbah dengan menggunakan ember
3.      Mengatur temperature dengan menggunakan DO meter
4.      Temperature dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran DO (Dissolve Oxygen)
Pengukuran nilai DO bertujuan untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut dalam air limbah yang merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk memperkirakan beban materi organic yang terdapat dalam air limbah.
Metode pengukuran nilai DO di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.      Elektroda oksigen meter (DO meter) dimasukkan dalam kolam aerasi 1, 2, 3, dan 4.
2.      Hasil pengukuran dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran SV30 (Sludge Volume 30 menit)
SV30 digunakan untuk mengetahui jumlah padatan yang terendap didalam cairan pada saat proses pengolahan. SV30 dapat digunakan sebagai indikasi kemampuan mengendap.
Metode pengukuran SV30  di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.      Mengambil sampel dengan menggunakan ember pada kolam aerasi 1, 2, 3, dan 4
2.      Memasukkan masing-masing sampel kedalam gelas ukur sebanyak 1 L kemudian diendapkan selama 30menit
3.      Volume lumpur dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)
Pengukuran nilai COD bertujuan untuk mengetahui jumlah oksigen yang diperlukan oleh bahan kimia untuk menguraikan bahan-bahan yang bersifat organic. Pengukuran nilai COD sangat diperlukan, hal ini karena nilai efisiensi COD menunjukkan kinerja dan efektivitas dari system pengolahan limbah sebelum dibuang ke lingkungan.
Metode pengukuran COD di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.      Mengambil sampel dari kolam ekualisasi, sedimentasi 1,sedimentasi 2, dan effluent
2.      Mengambil masing-masing 5 ml sampel ke dalam Erlenmeyer
3.      Menambahkan kedalam masing-masing sampel sebanyak 15 ml aquades
4.   Masukkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N dan 30 ml larutan AgSO4 dalam H2SO4 pekat, serta masukkan batu didih
5.  Setelah 2 jam, penangas dimatikan dan menambahkan 60 ml aquades kedalam larutan melalui leher pendingin
6.      Larutan didinginkan hingga mencapai temperature kamar
7.      Menambahkan 3 tetes indicator ferroin
8.      Menitrasi masing-masing sampel dengan menggunakan larutan standar FAS sampai warna hijau biru berubah enjadi merah coklat
9.  Mencatat volume titrasi dari masing-masing sampel dan menghitung nilai COD yang diperoleh
10.  Untuk larutan blangko diberikan perlakuan yang sama tetapi sampel air limbah digantikan dengan air suling.
Pengukuran nilai COD dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
COD = (Va-Vb)xNx800
                 V sampel
Keterangan:
Va =volume titrasi FAS pada blangko
Vb =volume titrasi FAS pada sampel
N   =normalitas untuk FAS
Pengukuran BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD5 bertujuan untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerobic untuk menguraikan organic terurai dalam periode waktu 5 hari 1 liter air limbah.
Metode pengukuran BOD5 di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.      Mengambil sampel dari kolam ekualisasi, kolam sedimentasi 1, dan effluent
2.   Membuat larutan pengencer yang terdiri dari larutan buffer, FeCl3, MgSO4, dan CaCl2 masing-masing 2 ml, ditambahkan aquades sampai volume 3 liter kemudian di aerasi selam 1 jam
3.   Memasukkan sampel 5 ml dalam labu ukur 1000 ml kemudian encerkan dengan larutan pengencer hingga tanda batas
4.  Memasukkan larutan tersebut kedalam 2 botol winkler hingga penuh dan tidak ada gelembung udara
5.      Menambahkan masing-masing 2 ml KMnO4 dan KI pada masing-masing sampel
6.      Menambahkan 2 ml H2SO4 pekat kemudian menambahkan indicator amilum
7.      Menitrasi larutan dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 0,25 N sebagai DO0
8.   Botol lain pada masing-masing sampel disimpan selama 5 hari kemudian dititrasi sebagai DO5
Pengukuran BOD5 dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
BOD5 = ((D1-D2)xf)
                        p
Keterangan:
D1 = DO dari sampel yang diencerkan setelah preparasi (mg/L)
D2 = DO dari sampel yang diencerkan setelah diinkubasi selama 5 hari (mg/L)
F = factor pengenceran
P = volume
Penentuan Jenis Mikroba
Jenis mikroba tertentu seperti Vorticella, Philodina, dan Protozoa dapat dijadikan indicator baik buruknya keadaan limbah yang diolah. Jika ada mikroba tersebut artinya air limbah yang diolah sesuai dengan standar baku mutu lingkungan dan siap untuk didistribusikan ke sungai. Tetapi jika tidak ada mikroba tersebut berarti air limbah harus mengalami proses pengolahan kembali hingga memenuhi standar baku mutu lingkungan.
Metode penentuan jenis mikroba di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1.   Mengambil sampel dari kolam aerasi 1, 2, 3, dan 4, kemudian dimasukkan dalam gelas kimia
2.  Meletakkan masing-masing satu tetes sampel kedalam kaca preparat kemudian ditutup dengan kaca penutup
3.      Mengamati mikroba dibawah mikroskop
4.      Jumlah dan jenis mikroba dicatat dalam lembar control UPL.

System pengolahan linbah cair di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menggunakan metode gabungan antara metode fisikawi, biologi, dan kimiawi. Proses pengolahan secara fisikawi terjadi pada kolam ekualisasi, cooling tower, thickner, dan kolam sedimentasi. Pada tahap-tahap ini limbah cair mengalami penurunan pH dan temperature. Limbah yang keluar dari bagian pewarnaan mempunyai temperature yang cukup tinggi sekitar 40-500C yang berasal dari proses dyeing dan secoring yang menggunakan temperature operasi > 1200C. oleh sebab itulah temperature limbah harus diturunkan terlebih dahulu hingga mencapai 30-350C. Temperature operasi tersebut dipilih karena merupakan temperature optimum untuk bakteri lumpur aktif. Proses penurunan pH dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat (H2SO4) sehingga limbah cair dapat dinetralisir. Serupa dengan penurunan temperature, tujuan penambahan asam sulfat hingga pH 6-8 adalah untuk menyediakan kondisi optimum agar aktivitas bakteri lumpur aktif dapat optimal.
Proses pengolahan secara biologi terjadi pada kolam aerasi. System pengolahan secara biologi ini merupakan manipulasi proses degradasi secara alamiah. Pada bak aerasi dipasang aerator untuk menambah pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri pengurai. Air limbah mengalami perlakuan secara biologi dengan metode lumpur aktif yang merupakan kumpulan komunitas mikroba. Pada kolam aerasi materi-materi organic akan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai nutrisi sehingga kandungan bahan-bahan dalam limbah cair dapat berkurang karena aktivitas mikroba dalam kolam aerasi. Pada kolam aerasi perlu ditambahkan nutrisi seperti urea dan SP-27 sebagai sumber nitrogen dan pospor. Hal ini bertujuan untuk memacu kerja dari bakteri pengurai sehingga proses pengolahan limbah akan berlangsung sempurna. Setelah melewati kolam aerasi limbah dialirkan kekolam sedimentasi. Di dalam kolam sedimentasi terjadi pengendapan lumpur yang ikut bersama limbah.
Proses pengolahan kimiawi terjadi pada kolam koagulasi dan kolam flokulasi,dimana lumpur yang tidak terendap dan komponen limbah yang tidak terserap oleh bakteri dilewatkan kedalam kolam koagulasi dengan penambahan koagulan PAC (Poli Alumunium Cloride) dan flokulan polimer anion. Pada proses ini akan terjadi pembentukan mikroflok pada kolam koagulasi yang selanjutnya akan bergabung menjadi makroflok pada kolam flokulasi. Limbah yang dihasilkan dialirkan ke kolam sedimentasi umtuk diendapkan kembali, untuk kemudian dapat dialirkan ke lingkungan. Namun untuk mengetahui kualitas air limbah yang telah diproses, air dialirkan ke dalam kolam ikan sebagai indicator biologis. Penggunaan indicator ini kurang valid karena yang digunakan adalah makhluk hidup dengan kondisi tubuh yang berbeda-beda.
Parameter yang diukur:
1.      pH (potensial hydrogen)
Derajat keasaman atau disebut pH merupakan parameter yang berfungsi untuk mengetahui atau menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan. Air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologi sehingga mengganggu proses pengolahannya (Sugiharto,1987). Berdasarkan data yang diperoleh pada pH awal,selama proses pengolahan, dan setelah proses pengolahan memiliki rata-rata sebesar 8,1. Nilai ini memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah,sehingga layak dibuang ke lingkungan.
2.      Temperature
Pengukuran temperature di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries dilakukan pada kolam ekualisasi, kolam aerasi, kolam sedimentasi, dan effluent. Dari data yang diperoleh temperature air limbah tertinggi terdapat pada kolam ekualisasi karena air limbah berasal dari proses produksi yang menggunakan tempertur tinggi. Kondisi temperature harus selalu dikontrol agar proses pengolahan berjalan dengan lancar.
3.      DO (Dissolve Oxygen)
Nilai DO menunjukkan besarnya oksigen terlarut yang dibutuhakn oleh mikroorganisme untuk hidup dan menguraikan zat-zat organic.
4.      SV30
Nilai SV30 digunakan untuk mengidentifikasi jumlah padatan dalam limbah cair pada saat proses pengolahan. Bila daya serap tinggi, maka mutu hasil pengolahan adalah baik, dan sebaliknya jika daya serap rendah maka hasil pengolahan jelek. Hal ini dikarenakan terjadi gelembung-gelembung akibat banyaknya zat yang belum terdekomposisi. Fenomena ini disebut Sludge Bulking,dimana bakteri yang memperkuat flok berkurang dan yang tersisa adalah bakteri yang miskin daya tenggelam.
5.      COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organic akan dioksidasi oleh kalium bikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat (K2Cr2O7) digunakan sebagai penyuplai oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap buangan organic akan mengikuti reaksi berikut.

CxHyOz + Cr2O72- + H+  =  CO2 + H2O + Cr3+
     (Kuning)                                                   (Hijau)

Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga katalisator perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organic diperkirakan ada unsure klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri (Hg2SO4) untuk menghilangkan gangguan tersebut. Klorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium bikarbonat sesuai reaksi berikut :

6Cl- + Cr2O72- + 14H+  =  3 Cl2 + 2Cr3+ +7H2O
Warna limbah (sampel) yang mengandung bahan buangan organic sebelum reaksi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organic sama dengan jumlah kalium bikarbonat yang digunakan pada reaksi oksidasi. Semakin banyak oksigen yang diperlukan maka air lingkungan semakin banyak tercemar oleh bahan buangan organic.
Pada dasarnya nilai COD yang dihasilkan pad effluent masih berada diatas ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 150 mg/L. Karena rendahnya efisiensi ini, maka pihak UPL PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries melakukan seeding ulang untuk mendegradasi limbah.
6.      BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
BOD5 merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur kandungan senyawa organic yang dapat dirombak mikroorganisme. Semakin besar nilai BOD maka semakin besar bahan pengotor organic dalam air limbah tersebut.
Pemeriksaan BOD didasarkan atas freaksi oksidasi zat organic dengan oksigen didalam air, dari proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobic. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air, dan ammonia. Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut:

CnHaNc + (n+a/4-b/2-3c/4) O2 = nCO2 + (a/2-3c/2) H2O + cNH3

Atas dasar reaksi tersebut yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka pemeriksaan BOD dapat digunakan untuk memperkirakan beban pencemaran zat organic.
Unit Pengolahan Limbah PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries melakukan tes BOD ini selama 5 hari karena waktu ini dianggap paling efektif.