PT. TIGA MANUNGGAL SYNTHETIC INDUSTRIES
Perkembangan
teknologi dan pembangunan di berbagai bidang di Indonesia berdampak pada
perkembangan berbagai jenis industry. Perkembangan tersebut memiliki dampak
yang buruk terhadap lingkungan yaitu pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
hasil limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah adalah buangan yang
dihasilkan dari suatu proses produksi dari industry maupun rumah tangga, yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena
tidak memiliki nilai ekonomis.
PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dibidang industry tekstil. Perusahaan ini merupakan bagian dari
Manunggal Group yang mengolah tekstil dengan polyester sebagai bahan dasarnya.
Proses pengolahan tekstil selain menghasilkan produk berupa kain juga akan
menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah cair yang dihasilkan oleh
industry tekstil mengandung senyawa-senyawa kimia yang dgunakan dalam proses
produksi, misalnya zat warna tekstil, caustic soda, asam asetat,dan lain-lain.
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organic tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan
serat limbah cair ini akan menurunkan kualitas lingkungan jika dialirkan
langsung ke sungai, bahkan dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem air dan
rusaknya estetika lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, limbah cair yang
dihasilkan industry tekstil harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai.
Penanganan limbah yang tepat akan mengurangi masalah yang ditimbulkan oleh
pembuangan limbah.
PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries sebagai salah satu penghasil limbah cair
juga memiliki Unit Pengolahan Limbah (UPL) yang mengolah limbah cair sebelum
dibuang ke sungai. Pengolahan limbah yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi
bahan-bahan pencemar yang ada didalam limbah cair sesuai dengan nilai ambang
batas yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga limbah cair dapat dibuang ke
lingkungan UPL PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menggunakan pengolahan
limbah secara biologi, fisika dan kimia dengan metode lumpur aktif. Salah satu
kendala dalam operasional metode lumpur aktif adalah areal instalasi pengolahan
limbah yang luas mengingat proses lumpur aktif berlangsung dalam waktu yang
lama. Areal instalasi yang luas berarti dibutuhkan dana investasi yang besar
dan ditambah lagi dengan proses operasional yang rumit sehingga proses lumpur
aktif memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi temperature dan
proses endapan. Selain itu, beberapa jenis zat warna tekstil tidak dapat
terdegradasi oleh bakteri lumpur aktif. Maka dari itu, dilakukan Praktik Kerja
Lapangan di UPL PT . Tiga Manunggal Synthetic Industries agar dapat lebih
memahami dan mengetahui lebih detail proses yang ada di UPL,khususnya proses
kimia.
A. Tinjauan Umum PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
A. Sejarah
Perusahaan
PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries bergerak dibidang tekstil yang berlokasi di
Jalan Jenderal Sudirman No.1 Salatiga. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1974
tetapi pengoperasiannya baru dimulai pada tahun 1976. Pertama kali berdiri,
perusahaan ini tidak sebesar sekarang. Dengan modal 700 unit mesin tenun dan 1
unit pencucian yang berfungsi untuk penghilangan kanji, perusahaan ini hanya
mampu memproduksi kain mentah (kain grey).
Namun
tidak berhenti disitu saja, pada tahuin 1992 perusahaan menambah 1 unit mesin
pewarnaan (jet dyeing). Mesin ini digunakan untuk memproduksi kain berwarna
yaitu proses kain mentah dicelupkan pada bahan pewarna.
Bahan
pewarna yang digunakan banyak mengandung bahan-bahan kimia sehingga limbah yang
dihasilkan dapat mencemari lingkungan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries
mendirikan Unit Pengolahan Limbah (UPL).
Bulan
Maret 1994 bak penampungan dioperasikan dengan fungsi untuk menetralkan pH.
Pada Mei 1994 dibangun sarana pelengkap lainnya berupa kolam ekualisasi,cooling
tower,kolam aerasi,kolam pengendapan,kolam pre koagulasi,kolam koagulasi,kolam
sedimentasi, dan dapat dioperasikan sepenuhnya.
Dalam
pengoperasian unit UPL-nya PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menggunakan
tiga tahap,yaitu:
1. Tahap
biologi berupa kolam aerasi dengan metode lumpur aktif
2. Tahap
fisikawi berupa cooling tower dan kolam sedimentasi
3. Tahap
kimiawi berupa kolam pre koagulasi,equalisasi, dan kolam aerasi.
Dalam
pengolahan limbah prosesnya dibagi menjadi dua yaitu untuk limbah tak berwarna
dan limbah berwarna. Limbah tidak berwarna langsung masuk kedalam bak
ekualisasi sedangkan limbah berwarna harus melalui treatment terlebih dahulu di
dalam kolam pre koagulasi.
Pada
tahun 1998 diketahui bahwa mikroba yang ada di dalam kolam aerasi selain mampu
memecah materi organic ternyata juga mampu mengurangi warna. Berdasarkan hal
tersebut dan pertimbangan efisiensi biaya, maka sejak itu kolam pre koagulasi
tidak digunakan lagi.
Tahun
2001 PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menambah mesin Jet Dyeing dari 1
unit menjadi 7 unit. Dengan penambahan ini, produksi tekstil di PT. Tiga
Manunggal Synthetic Industries semakin meningkat sehingga limbah yang
dihasilkan pun semakin banyak. Karena keterbatasan unit-unit pengolah limbah
yang dihasilkan tersebut, maka pada tahun 2002 dibangunlah satu bak aerasi
,satu unit mesin thickner, dan satu unit kolam sedimentasi baru.
Tahun
2005 diadakan modifikasi untuk perbaikan pada system ekualisasi,cooling
tower,system netralisasi,system aerasi,system koagulasi,penambahan filtrasi
serta perbaikan urutan proses pengolahan. Alasan diadakannya modifikasi ini adalah
karena:
1. Perbandingan
debit air limbah yang diolah kurang sebanding dengan yang dihasilkan oleh
proses produksi.
2. Terjadinya
penurunan temperature yang drastic (biasanya terjadi pada awal pergantian
musim, terutama musim hujan ke musim kemarau), yang dapat menyebabkan busa meluap
akibat banyak sel yang mati.
3. Hasil
yang dibuang ke lingkungan belum sesuai dengan standar dari pemerintah.
PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries sebagai perusahaan yang berskala besar
mempunyai visi ke depan yaitu mengikis semua pelanggaran sehingga hal ini dapat
dijadikan pegangan oleh PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries untuk mencapai
hasil yang maksimal. Sedangkan untuk misinya adalah tercapainya produktivitas
kerja maksimal dan kualitas tenaga kerja yang handal.
B. Struktur
Organisasi
1. Struktur
Organisasi dan Manajemen
Struktur ini bersifat saling berkaitan antara satu dengan
yang lain sehingga diperlukan kerja sama yang lebih erat antara posisi yang
satu dengan posisi lainnya.
2. Kepegawaian
dan Jaminan Kesejahteraan
a. Kepegawaian
Jumlah total karyawan PT. Tiga Manunggal Synthetic
Indusries adalah sebanyak 1.010 orang. Jam kerja untuk karyawan dimulai hari
Senin sampai dengan Jum`at pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB, dengan
waktu istirahat selama 1 jam dari pukul 11.30 WIB sampai dengan pukul 12.30
WIB. Khusus untuk hari Sabtu kerja mulai pukul 08.00 WIB dan berakhir pukul
13.00 WIB. Setiap karyawan wajib bekerja minimal 23 hari/ bulan dengan cara 1
hari atau 40 jam/minggu. Untuk pergantian kerja shift ditentukan setelah 6 hari
kerja.
b. Jaminan
Kesejahteraan
Perusahaan menyadari bahwa kesejahteraan karyawan merupakan
hal yang sangat penting dan harus diperhatikan. Untuk itu, perusahaan
menyediakan fasilitas dan jaminan social antara lain:
·
Tiga buah pakaian seragam, dua pasang sepatu
kerja, dan perlengkapan kerja.
·
Fasilitas makan di kantin satu kali setiap hari
kerja.
·
Transportasi antar jemput karyawan (8 buah bus).
·
Mess bagi
karyawan dan karyawati.
·
Fasilitas ibadah berupa masjid dan gereja di
lingkungan pabrik.
·
Program ASTEK (Asuransi Tenaga Kerja)
·
Bantuan pernikahan,kelahiran, dan kematian.
·
THR (Tunjangan Hari Raya) dan Jaminan Hari Tua.
C. Limbah
Cair Industri Tekstil
1. Limbah
Cair
Limbah
tekstil dapat mencemari lingkungan dikarenakan bahan yang digunakan dalam
proses industry sebagian besar merupakan senyawa kimia berbahaya, terutama
dalam proses pewarnaan. Menurut Sumantri dkk (2004) bahan pewarna yang umum
digunakan dalam industry tekstil antara lain adalah zat warna mono azoasam
turunan benzonaphtalene, zat warna mono azo asam turunan azonaphtalene.
Sedangkan deterjen yang banyak digunakan meliputi deterjen kationik dan
nonionic serta perubahan penggunaan kanji dengan polivynil alcohol (PVA)
semakin menambah berat air limbah yang ada. Oleh karena itu limbah tekstil
harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.
Lingkungan
yang tercemar pada dasarnya memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya
sendiri, akan tetapi jika polutan yang dibuang berlebihan maka dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk mengurangi atau meminimalisasi
pencemaran limbah cair diperlukan perencanaan yang meliputi:
a. Pemilihan
zat warna dan zat pembantu yang dapat terurai
b. Penggunaan
alat atau proses yang menggunakan air sedikit mungkin
c. Penggantian
medium air dengan medium lain
d. Penampungan
dan analisa limbah dari setiap proses untuk memungkinkan penggunaan kembali (
reuse), pengembalian kembali (recovery), daur ulang (recycle) dan penggabungan dengan limbah lain
reuse), pengembalian kembali (recovery), daur ulang (recycle) dan penggabungan dengan limbah lain
e. Peningkatan
kebersihan di dalam pabrik.
Pengolahan
limbah cair umumnya dilakukan dengan menggunakan cara biologi dengan
memanfaatkan mikrobiologi untuk menguraikan kandungan senyawa-senyawa organic,
dan cara kimia untuk memisahkan kandungan senyawa kimia dari air. Dalam
pengolahan limbah cair menggunakan proses kimia biasanya dengan penambahan
bahan kimia koagulan yang mengikat bahan pencemar yang ada di dalam air limbah sehingga
mudah untuk dipisahkan. Bahan kimia yang digunakan tergantung pada pH yang
diinginkan, contohnya penambahan alum (pH 6-8), fero sulfat (pH 8-10), feri
sulfat (pH 5-9),dan PAC (pH 6-9)..
B. Sumber Limbah Cair PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries dalam proses produksinya selain
menghasilkan kain sebagai produk primer juga menghasilkan limbah cair sebagai
produk sampingan. Limbah cair yang dihasilkan berasal dari berbagai departemen
tetapi yang paling banyak berasal dari departemen pewarnaan (dyeing). Berikut
ini adalah proses yang menghasilkan limbah pada PT. Tiga Manunggal Synthetic
Industries.
1. Sizing
Proses
sizing merupakan proses pemberian kanji pada benang yang bertujuan untuk
menambah kekuatan benang. Dalam proses ini, PT. Tiga Manunggal Synthetic
Industries menggunakan PVA (Polyvinil Alcohol). Dari proses pengajian ini akan
dihasilkan limbah dari sisa pengajian.
2. Weaving
Setelah
proses sizing, benang yang dihasilkan ditenun menjadi kain sintetis polyester.
3. Desizing
Proses
ini merupakan penghilangan kanji yang digunakan pada proses sizing. Desizing
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan dengan asam sulfat encer atau
dengan menggunakan enzim pelarut pati. Penggunaan asam sulfat encer ini
berdasarkan pada sifat kanji yang tidak stabil pada kondisi pH rendah (asam),
sehingga kanji akan keluar dari serat kain. Keseluruhan proses ini bertujuan
agar kanji tidak mengganggu proses pewarnaan.
4. Clearing
Proses
yang digunakan untuk menghilangkan lilin,senyawa pectin, dan senyawa non
selulosa lain serta deterjen alkali atau campuran NaOH,Na2CO3,
dan Na2SiO3.
5. Weight
Reduce
Proses
ini merupakan proses pengikisan kain yang dilakukan untuk mempermudah adsorbs
dyestuff (zat warna) kedalam serat kain. Dalam proses ini digunakan caustic
sehingga air limbah akan mengandung NaOH. Semakin banyak proses produksi, akan
menyebabkan semakin tinggi kandungan NaOH dalam air limbah. Penggunaan NaOH ini
akan berbeda jumlahnya untuk tiap jenis dyestuff yang berbeda.
6. Finishing
Finishing
merupakan proses kimia dan mekanis yang meliputi secoring, pressing, dan
calendaring yang digunakan untuk membuat kain agar lebih menarik. Sedangkan
yang dimaksud degan finishing adalah operasi mekanis yang digunakan untuk
menghilangkan kerut,kusut, dan memberikan efek dan perancangan khusus pada
kain.
7. Dyeing
Bahan
pewarna yang digunakan pada industry tekstil sebagian besar merupakan
senyawa-senyawa organic komplek yang disebut dyestuff, karena adanya gugus
kromofor sebagai pembawa warna pada molekulnya. Dyestuff dapat menghasilkan
efek warna dengan cara menyerap sinar tampak pada panjang gelombang
tertentu,memantulkan, dam memancarkannya.
A. Zat
Warna Tekstil (Dyestuff)
Molekul
zat warna merupakan gabungan dari zat organic tidak jenuh dengan kromofor sebagai
pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organic
tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatic
antara lain senyawa hidrokarbon aromatic dan turunannya, fenol dan turunannya
serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor
adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi bewarna.
B. Penggolongan
Zat Warna
Zat
warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan
zat warna sintetic. Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya,
misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat
warna substantive dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat
mewarnai serat disebut zat reaktif. Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi
dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna monogenetic
apabila memberikan satu warna dan zat
warna poligenetik apabila dapat memberikan beberapa warna.
Penggolongan
zat warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi penggolongan
zat warna menurut “Colours Index” volume 3,yang terutama menggolongkan atas
dasar system kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia,
Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-aril karbonium, Polisiklik,
Aromatik Karbonil, Quinonftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.
Zat
warna Azo merupakan jenis zat warna sintetis yang cukup penting. Lebih dari 50
% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo
mempunyai system kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus
aromatic. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna
kuning,merah,jingga,biru AL
(Navy Blue),violet dan hitam,hanya warna hijau yang sangat terbatas.
Penggolongan
lain yang biasa digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada
industry tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat
warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, disperse,
pigmen, reaktif, solven, belerang, bejana dan lain-lain. Dari uraian diatas
jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan
sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung
pada bermacam factor antara lain: jenis serat yang akan diwarnai, macam warna
yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan
produksi yang tersedia.
Jenis
yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna
disperse. Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat
sintetik seperti serat poliamida,polyester dan poliakrilat. Bahan tekstil
sintetik ini, terutama serat polyester,kebanyakan hanya dapat dicelup dengan
zat warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai
bahan kapas dengan baik.
1. Zat
Warna Reaktif
Dalam daftar Color Index golongan zat warna yang terbesar
jumlahnya adalah zat warna azo, dan dari zat warna yang berkromofor azo ini
yang paling banyak adalah zat warna reaktif. Zat warna reaktif ini banyak
digunakan dalam proses pencelupan bahan tekstil. Kromofor zat warna reaktif
biasanya merupakan system azo dan antrakuinon dengan berat molekul relative
kecil dab daya serat terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna yang tidak
bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus penghubung dapat
mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa.
Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas.
Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan
serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan
penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu. Disamping terjadinya
reaksi antara zat warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang
merupakan ikatan pseudo ester atau eter,molekul air pun dapat juga mengadakan
reaksi dengan zat warna reaktif. Tetapi kecepatan reaktif alcohol primer jauh
lebih tinggi daripada alcohol sekunder. Mekanisme reaksi pada umumnya dapat
digambarkan sebagai penyerapan unsure positif pada zat warna reaktif terhadap
gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi. Agar dapat bereaksi zat warna memerlukan
penambahan alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk
bereaksi,mendorong pembentukan ion selulosa dan menrtralkan asam-asam hasil
reaksi.
2. Zat
Warna Dispers
Zat warna ini mulai ditemukan untuk mencelup serat selulosa
asetat yang bersifat hidrofob dam mampu menyerap zat organic yang tidak larut
dalam air, dengan membuatnya dalam bentuk suspense. Penemuan zat disperse ini menjadi
sangat penting dengan ditemukannya serat sintetik lainnya yang sifatnya lebih
hidrofob daripada serat selulosa asetat, seperti serat poliamida,polyester dan
poliakrilat. Terutama untuk serat polyester yang kebanyakan hanya dapat dicelup
dengan zat warna disperse.
Zat warna disperse adalah zat warna organic yang dibuat
secara sintesis,yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan
disperse. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau
serat tekstil yang bersifat hidrofob. Zat warna ini mempunyai berat molekul
yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan
zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan
mendistribusikannya secara merata didalam larutan, yang disebut zat pendispersi.
Zat warna disperse dapat mewarnai serat polyester dengan baik jika memakai zat
pengemban atau dengan temperature tekanan tinggi.
Zat warna dispers mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut:
a. Tidak
larut dalam air
b. Pada
umumnya zat warna disperse berasal dari turunan azo,antrakuinon/nitro
akrilamina dengan berat molekul rendah
c. Mempunyai
titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel antara 0,5-2
mikron
d. Bersifat
non-ionik,walaupun mengandung gugus-gugus NH2 NHR OH
e. Selama
proses pencapan dengan zat disperse tidak mengalami perubahan kimia.
Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak
mempunyai gugus ionic sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionic
(semi ionic). Serat ini hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionic (zat
warna dispers) yang praktis tidak larut dalam air. Cara melarutkannya dengan
bantuan zat lain. Zat warna disperse digunakan dalam bentuk disperse yang halus
dalam air ukuran partikel disperse 0,5 mikron disebabkan oleh sifatnya yang
hidrofobik maka zat warna ini mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap
serat poliester yang juga bersifat hidrofobik. Dalam proses pencelupan,partikel
zat warna masuk kedalam serat dalam keadaan terdispersi molekuler dan terikat
dalam serat. Zat warna disperse dapat dibuat dari beberapa struktur kimia yang
berbeda.
Zat warna disperse jenis azo umumnya mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a. Daya
pewarnaan yang tinggi
b. Pemakaian
ekonomis
c. Sifat
kerataan celupan bervariasi,ada yang mudah rata ada juga yang sulit tetapi
secara umum lebih sulit dari jenis antrakuinon
d. Termomigrasi
relative lebih baik dari pada antarkuinon
e. Daya
penutup ketidakrataan benang kurang lebih sebanding dengan antrakuinon.
Lebih dari 60% zat warna merupakan zat warna yang mempunyai
gugus azo, tetapi umumnya tidak melepas amina yang karsinogen dalam kondisi
tereduksi. Zat warna azo yang dilarang adalah yang melepas senyawa aril amina
pada kondisi tereduksi. Dalam proses printing kemungkinan masalah yang timbul
adalah alternative yang tersedia untuk penggantian warna kuning,orange dan
coklat yang masih termasuk mahal harganya. Zat antrakuinon adalah zat warna
yang umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Warna
lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah
b. Relative
lebih mahal
c. Sifat
kecerahan dan migrasi relative lebih baik dari azo
d. Termomigrasi
lebih jelek,bila dibandingkan dengan azo
e. Daya
penutupan ketidakrataan benang yang baik
f. Daya
tahan reduksi / hidrolisa yang baik
g. Daya
tahan sinar umumnya sangat tinggi.
Sifat-sifat zat warna dispers adalah sebagai berikut:
a. Kelarutan
Meskipun
Azobenzena, Antrakuinon dan Difenilamina dalam bentuk disperse dapat mencelup
kedalam hidrofop,dalam perdagangan kebanyakan zat warna dispers mengabdung
gugus aromatic dan alifatik yang mengikat gugus fungsional (-OH,-NH2-BHR,dsb)
dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor) hydrogen. Gugus fungsional tersebut
merupakan pengikat dipole (dwikutub). Adanya gugus aromatic OH dan alifatik AH2
dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
Zat warna disperse mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat rendah akan
tetapi dengan peningkatan temperature daya kelarutan dapat meningkat dengan
cepat sampai beberapa ratus gram/L. yang sangat penting dalam proses pencelupan
adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengaruhi oleh:
Ø
Kecepatan penyerapan zat warna
Ø
Banyak / sedikitnya penyerapan
Ø
Migrasi
Ø
Penodaan pada serat campuran.
b. Sensitifitas
Zat warna disperse
yang berupa partikel-partikel kecil tidak mungkin berada pada keadaan
terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing Agent) zat
pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung disekeliling zat warna sehingga
adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat membantu
terjadinya stabilitas. Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah
jenis an-ionik yaitu lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula
yang berasal dari sintetik
Ø
Kualitas darti pigmen zat warna dan
ketidakmurnian pigmen zat warna
Ø
Bentuk Kristal dari zat warna .Bentuk kristal
tertentu mudah dibersihkan dan ada yang relative sulit
Ø
Distribusi partikel ukuran zat warna.
Klasifikasi Zat Warna Dispersi
Zat warna dispers dapat digolongkan menurut sifat sublimasinya secara
umum dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Golongan
Pertama (A)
Zat warna dispers ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi
mempunyai sifat celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat
sublimasinya yang rendah biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon,serat
poliamida,serat di/tri asetat,dapat juga digunakan untuk sertat polyester yang
dibantu dengan zat pengemban pada temperature 1000C.
b. Golongan
Kedua (B)
Zat warna disperse yang mempunyai berat molekul yang relative
kecil dengan sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga
sangat baik untuk pencelupan polyester dengan zat pengemban pada temperature
tinggi. Pada proses thermosol hanya digunakan untuk mewarnai warna-warna
muda,dengan temperature yang lebih rendah.
c. Golongan
Ketiga (C)
Zat warna disperse yang mempunyai berat molekul sedang dengan
sifat sublimasi yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa digunakan
untuk pencelupan zat pengemban. Temperature tinggi atau proses termosol dengan
hasil yang baik.
d. Golongan
Keempat (D)
Zat warna dispers yang mempunyai berat molekul besar dengan
sifat sublimasi tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat
sublimasinya yang paling tinggi idak dapat digunakan untuk pencelupan dengan
zat pegemban. Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol / temperature
tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna disperse memegang peranan
penting,terhadap sifat pencelupan.
Karakteristik
Limbah Cair PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
1. Karakteristik
Kimia
Karakteristik kimia air limbah merupakan suatu indikasi
adanya senyawa kimia yang bisa membahayakan lingkungan sekitar. Senyawa-senyawa
kimia tersebut dapat berupa senyawa organic seperti karbohidrat, lemak, protein,
surfactant, serta zat anorganik seperti klorida, fosfor, nitrogen, dan
logam-logam berat seperti air raksa, timah, nikel, kromium, dan lain-lain.
Parameter yang digunakan untuk mengetahui karakter kimia air
limbah antara lain:
a. Derajat
Keasaman (pH)
Parameter ini menunjukkan jumlah ion
hydrogen dalam larutan. Dalam proses pengolahan limbah dengan lumpur aktif, pH
menjadi factor penting untuk pertumbuhan mikroorganisme. pH yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 6,8 - 8,0.
b. DO
(Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan parameter
yang dapat digunakan untuk memperkirakan beban materi organic yang terdapat
dalam air limbah. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu,oksigen juga dibutuhkan
untuk okdidasi bahan-bahan organic dan anorganik dalam proses aerobic.
c. BOD5
(Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah suatu analisa yang mencoba
mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di
dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan
(mengoksidasi) hampir semua zat organic yang terlarut dan sebagian zat-zat
organic yang tersuspensi dalam air.
d. COD
(Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan ukuran bagi pencemaran
air oleh zat-zat organic yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses
mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air.
2. Karakteristik
Biologi
Karakteristik biologi dapat digunakan sebagai indicator
pencemaran air limbah oleh mikroorganisme baik dari jenis tumbuhan maupun
hewan. Karakteristik ini dapat diketahui dengan menggunakan metode lumpur aktif
yang mengandung mikroorganisme pengurai seperti Vorticella, Phikkodina, dan
Protozoa.
Metode lumpur aktif adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendegradasi atau menghancurkan zat-zat kimia organic dalam air limbah industry
menjadi air, gas karbondioksida, ammonia, dan lain-lain dengan menggunakan
jasad renik. Mikroorganisme didalam lumpur aktif akan menyerap N dan P pada
limbah sebagai nutrisi kemudian diuraikan dan digunakan sebagai pembiakan. Jika
kekurangan nitrogen pembiakan menjadi kurang aktif sehingga keseimbangan
benda-benda organic dalam limbah menjadi hilang. Biasanya N dan P terdapat
dalam limbah tetapi dalam keadaan terpaksa dapat ditambahkan dalam limbah.
3. Karakteristik
Fisika
a. Jumlah
zat padat terlarut (total solid)
Total solid
didefinisikan sebagai jumlah zat padat yang tinggal dalam residu air limbah
yang terdiri dari benda-benda atau partikel-partikel dalam kondisi
mengendap,terlarut,dan benda-benda yang tersuspensi atau tercampur.
Padatan dalam
suspense pada keadaan tenang akan mengendap setelah waktu tertentu,hal ini
dikarenakan adanya pengaruh gaya
berat dari padatan tersebut. Salah satu analisa yang dapat digunakan untuk
menentukan volume padatan yang terendap yaitu melalui analisa volume lumpur (SV30).
b. Temperature
Temperature air
limbah biasanya cukup tinggi,selain dipengaruhi iklim juga dapat disebabkan
karena jenis dan karakter zat warna yang digunakan dalam proses produksi.
Temperature air limbah harus selalu dimonitor karena kecepatan dan
penyelenggaraan reaksi kimia tergantung pada temperature air limbah,kehidupan
bakteri dalam air limbah juga tergantung pada temperature. Pencernaan aerobic
dan nitrifikasi terhenti pada temperature 50ºC, sebaliknya jika temperature
dibawah 15ºC bakteri yang memproduksi methan berhenti sama sekali,zat asam
semakin berkurang,ikan dan binatang lain akan mati.
c. Warna
Air limbah yang
masih segar biasanya berwarna coklat abu-abu. Timbulnya warna air limbah
disebabkan karena terlarutnya pencemar dalam air. Intensitas warna dapat diukur
dengan menggunakan perbandingan visual dari contoh air limbah yang bersangkutan
dengan warna standar. Karakter yang akan muncul pada air limbah dipengaruhi
oleh penggunaan warna dalam proses produksi. Penggunaan warna yang selalu
berganti-ganti akan mempengaruhi kerja bakteri pengurai. Disamping dapat
mengganggu keindahan,mungkin juga dapat bersifat racun,serta biasanya sukar
dihancurkan.
d. Bau
Mikroba yang hidup
dalam air akan mengubah bahan organic menjadi bahan yang mudah menguap dan
berbau. Selain itu,ada mikroorganisme lain yang bisa mengubah sulfat menjadi
sulfit dan menghasilkan gas hydrogen sulfide. Bau yang lainnya disebabkan
karena senyawa kimia tertentu atau senyawa yang menghasilkan bau selama berlangsungnya
proses pengolahan air limbah. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah
organic menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
e. Kekeruhan
(turbiditas)
Kekeruhan
disebabkan oleh kandungan padatan baik berupa senyawa organic, anorganik, dan
jasad renik. Tingkat kekeruhan air limbah tergantung pada kehalusan partikel
dan konsentrasinya. Kekeruhan yang berlebihan pada air limbah akan menghambat
penembusan cahaya matahari yang sangat dibutuhkan oleh microbial dalam reaksi
fotosintesis untuk menghasilkan oksigen.
C.
Pengolahan
Limbah Cair dengan Metode Lumpur Aktif (Activated Sludge) PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries
Metode Lumpur Aktif (Activated
Sludge)
Metode
lompur aktif merupakan metode pengolahan limbah dengan menggunakan lumpur yang
diaktifkan secara biologi dengan bakteri starter seperti
Vorticella,Philodina,Protozoa. Proses pengolahan yang dilakukan oleh Unit
Pengolahan Limbah PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries merupakan proses
pengolahan secara aerobic.
Proses
pengolahan secara aerobic melibatkan mikroorganisme dan membutuhkan oksigen
yang terdapat dalam limbah cair. Umumnya dapat dipergunakan untuk mengolah
limbah dengan beban organic yang tidak terlalu tinggi. Factor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam proses oksidasi biologi adalah
sebagai berikut:
1. Oksigen
dalam air limbah
2. Nutrient,sebagai
makanan mikroorganisme. Limbah cair harus cukup mengandung N dan P supaya
lumpur biologis dapat tumbuh dengan baik
3. pH
4. Temperatur
5. Toksisitas
limbah,zat-zat beracun seperti fenol,logam berat,garam dan amoniak
konsentrasinya dibatasi pada batas mikroorganisme masih dapat hidup.
Macam-macam
proses aerobic dan mikroorganisme yang berperan dalam pengolahan limbah menurut
cara mendapatkan sumber karbon adalah sebagai berikut:
1. Heterotrophs
Heterotrophs yaitu
mikroorganisme yang melakukan metabolisme dengan suspense, dan merubahnya
menjadi gas dan cell tissue yang segera mengendap didasar bangunan, karena
berat jenisnya lebih besar dari berat jenis air limbah itu sendiri.
Berdasarkan cara
memperoleh energy, mikroorganisme ini dapat dibagi lagi menjadi:
a. Chemoheterotrophic,
karena mendapat energy dari reaksi oksidasi dan reduksi bahan organic.
b. Photoheterotrophic,
karena mendapat energy dari sinar.
2. Autotrophs
Autotrophs yaitu
mikroorganisme yang melakukan metabolisme dengan memanfaatkan CO2
dan merubahnya menjadi cell tissue. Berdasarkan sumber energinya mikroorganisme
ini dapat dibagi lagi menjadi:
a. Chemoautotrophic,
karena mendapat energy dari reaksi oksidasi dan reduksi dari bahan anorganik.
b. Photoautotrophic,
karena mendapat energy dari sinar.
Pengolahan limbah
PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries termasuk dalam pengolahan limbah dengan
mikroorganisme chemoheterotrophic karena air limbah yang dihasilkan dari unit
produksi sebagian besar merupakan bahan-bahan organic yang terutama berasal
dari zat warna. Bahan-bahan organic dalam air limbah ini digunakan sebagai
nutrisi oleh mikroorganisme. Secara garis besar, terdapat dua macam proses
dalam pengolahan secara biologis, yaitu suspended growth dan attached growth.
Dalam proses suspended growth, mikroorganisme yang melakukan proses aerobic
tersebut selalu dipertahankan keberadaannya berupa suspense, didalam cairan air
limbah. Proses ini digunakan oleh PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries untuk
pengolahan limbah.
Metode yang
digunakan termasuk dalam proses suspended growth. Pada suatu proses pengolahan,
lumpur aktif tampak berupa flok yang keluar diatas mikroorganisme yang hidup.
Zat berlumpur inilah yang disebut bibit lumpur aktif yang kemudian dicampur
dengan air limbah dan dimasukkan kedalam reactor. Selanjutnya seluruh isi
reactor akan mengalami aerasi secara mekanis. Selama proses berlangsung,
campuran lumpur dan air limbah juga diaduk secara merata, sehingga zat organic
dalam air limbah mengalami proes oksidasi-sintesis oleh bakteri dan protozoa
dan diubah bentuknya menjadi sel bakteri baru.
COHNS + O2 + nutrisi => CO2
+NH3 + C5H7NO2 + produk lain
(Sel bakteri
baru)
Keberhasilan proses
unit pengolah limbah membutuhkan terbentuknya komunitas microbial yang dapat
memetabolisme bahan kimia polutan yang ada dalam air limbah sehingga terjadi
pertumbuhan flok yang kompak, yang dapat mengendap secara cepat dalam tangki
sedimentasi. Untuk mencapai hasil tersebut system reactor lumpur aktif harus
dioperasikan sehingga kondisi system tetap dan mikroorganisme dapat tumbuh
baik.
Secara normal, air limbah menjadi
substansi organic dan anorganik. Pada buangan domestic, dua per tiga bagian
substansi organic berbeda dalam kondisi tersuspensi dan sepertiganya lagi
bagian terlarut. Penyusun COD dalam limbah domestic 30% merupakan lemak, 30%
merupakan karbohidrat, 10% protein. Disamping itu komponen utamanya adalah air
yang dapat mengandung berbagai macam senyawa organic minor dengan kadar mg/L
atau kurang seperti deterjen, desinfektan, cat, dan lain-lain. Senyawa
mengandung subtract untuk bakteri kemolititrof seperti sulfide yang akan dioksidasi
menjadi sulfat, besi ferro menjadi bentuk ferri dan ammonium yang dinitrifikasi
menjadi nitrat. Oleh karena beragamnya penyusun air buangan, maka tidak ada
satu jenis mikroorganisme yang dapat mengangkat semua sumber energy potensial
yang ada didalamnya. Berbagai organism dari bakteri, jamur, protozoa dan
retifera hidup langsung pada substrat yang diatas, memetabolisme dan
menghasilkan produk yang dapat digunakan oleh organisme lainnya.
Proses Mikrobiologi
Dikondisi aerobic,
mikrobia menghasilkan oksigen sebagai akseptor electron terakhir untuk konversi
materi organic menjadi CO2, H2O, dan biomassa. Dalam
kondisi tertentu (terutama substrat ekstraseluler terbatas) biomassa dapat
dikonversi menjadi CO2 dan energy. Kondisi demikian dikenal sebagai
respirasi endogenous.
CHON5 +
O2 + nutrient + mikrobia= CO2 + NH3 +C5H2NO2
+ produk
(Materi organic)
(sel mikroba baru)
Kelebihan dan Kelemahan Proses Lumpur
Aktif
Kelebihan:
·
Dapat digunakan untuk mengolah berbagai macam
air limbah
·
Dapat mengurangi materi organic dan nitrifikasi
·
Dapat digunakan untuk mengurangi fosfat
·
Dapat memisahkan padatan dari liquid
·
Dapat digunakan untuk stabilitas lumpur
·
Mampu mengurangi padatan tersuspensi hingga 97%
·
Banyak digunakan dalam proses pengolahan air
limbah.
Kekurangan:
·
Memerlukan lahan yang luas
·
Tidak dapat menghilangkan warna
·
Tidak dapat menghilangkan beberapa senyawa
anorganik
·
Sering menimbulkan problem apabila lumpur tidak
mengendap baik
·
Selalu mempertahankan konsentrasi biomassa
tinggi di reactor dengan return sludge,sehingga menambahkan biaya operasional.
Design Proses Pengolahan Limbah Cair PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries
PT.
Tiga Manunggal Synthetic Industries dalam pengolahan limbah cairnya sangat
memperhatikan karakter dari air limbah yang akan diolah, jumlah air limbah yang
akan diolah, kondisi dan kandungan zat-zat terlarut dalam air limbah yang akan
diolah dan lingkungan tempat pembuangan air limbah setelah diolah.
Pengolahan
limbah ini dimaksudkan untuk mengurangi efek samping dari limbah. Sehingga
perusahaan dapat mengoperasikan produksinya dengan baik dan meminimalisasi
dampak berbahaya terhadap lingkungan sekitar PT. Tiga Manunggal Synthetic
Industries saat ini hanya membuang cairan hasil treatment dari limbah cair saja
sedangkan untuk lumpur atau limbah padatnya perusahaan belum mampu mengolah
sehingga dikirim ke PT. PPLi Bogor untuk diolah lebih lanjut.
Unit
pengolahan limbah PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries terdiri dari kolam
penampungan (ekualisasi), Cooling
Tower, kolam pengendapan
atau sedimentasi, kolam aerasi, tangki flokulasi dan tangki koagulasi, bak
intermediet.
Tahap-tahap
proses pengolahan limbah cair PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah
sebagai berikut:
1. Tahap
Pengolahan Awal
a. Tahap
Penyaringan
Terjadi pada alat
penyaring yang terjadi dari dua unit yaitu unit saringan kasar dan unit
saringan halus, dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang berbentuk
kasar dan ukurannya masih cukup besar yang akan mengganggu jalannya proses pengolahan
limbah.
b. Tahap
Pemisahan Kotoran
Terjadi pada bak
penampungan dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang ukuran
partikelnya lebih kecil atau halus, seperti lumpur dan pasir.
c. Tahap
Pengkondisian
Tahap pengkondisian
ini bertujuan untuk menghomogenkan air limbah sebelum masuk proses degradasi
oleh zat organic secara biologi, yaitu dengan pengaturan pH (penambahan asam
atu basa pada kolam ekualisasi) atau pengaturan temperature (dengan cooling
tower).
Biasanya pH air
limbah yang baru dihasilkan rata-rata berkisar 12-13 dan akan diturunkan
mendekati 7-9 dengan penambahan larutan H2SO4, sedangkan
temperaturnya berkisar antara 400-500C yang akan
diturunkan menjadi ± 300C. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya fluktuasi yang tinggi yang dapat memberikan dampak
negative.
2. Tahap
Proses Aerob
Tahap ini terjadi
pada kolam aerasi, limbah yang sudah melalui proses pengkondisian akan dibawa
kekolam ini. Dalam kolam aerasi ini terdapat mikroorganisme yang akan memakan
zat-zat organic yang ada dalam limbah selain itu terdapat lumpur aktif. Dalam
kolam aerasi ini juga diberikan penambahan oksigen dan nutrisi untuk
meningkatkan kemampuan metabolisme dalam mendegradasi air limbah selanjutnya.
Biasanya saat masuk dalam kolam ekualisasi nilai COD limbah sangat tinggi
(rata-rata lebih dari 1000mg/L), hal ini menunjukkan bahwa materi organic yang
terkandung dalam air limbah masih sangat banyak. Dalam kolam aerasi
materi-materi organic tersebut akan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai nutrisi
dan sumber energy. Dengan kondisi lingkungan yang optimal maka proses
penguraian air limbah dapat berlangsung dengan baik dan kandungan bahan organic
air limbah dapat diturunkan.
3. Tahap
Pengolahan Akhir
Pada tahap pengolahan
akhir ini air limbah akan dialirkan ke kolam sedimentasi untuk dilakukan
pemisahan lumpur dengan air limbah setelah melalui proses aerob, air yang
dihasilkan adalah air yang memiliki kadar COD dan BOD rendah yang telah
memenuhi baku mutu lingkungan yang ditentukan pemerintah dan juga harus tidak
berbau dan berwarna. Jika kadar COD dirasakan masih cukup tinggi maka air
limbah harus dialirkan ke bak koagulasi terlebih dahulu untuk mengikat
materi-materi organic yang tidak terserap oleh mikroba serta untuk mengikat
mikroba itu sendiri yang sudah mati. Dalam bak ini limbah akan mengalami proses
kimiawi dengan penambahan koagulan dan flokulan sehingga dapat membentuk
endapan yang mudah mengendap, sehingga dapat menurunkan kadar COD pada air
limbah. Lapisan air akan dialirkan ke bak intermediet untuk selanjutnya akan
dibuang ke lingkungan. Sebelum air dialirkan ke sungai,air dialirkan ke kolam
ikan sebagai indicator biologis. Jika limbah yang sudah ditretment masih
memiliki kadar COD dan BOD tinggi maka ikan akan langsung mati. Namun pada
dasarnya indicator seperti ini kurang valid karena dipengaruhi banyak factor.
Sedangkan lapisan lumpur akan ditarik kembali ke kolam aerasi. Jika keadaan
lumpur dalam kolam aerasi telah banyak maka lumpur dari tangki sedimentasi
dimasukkan dalam proses Belt-Press yaitu untuk mengurangi kadar air kemudian
ditampung dalam bak penampungan untuk dikeringkan terlebih dahulu sebelum
dibawa ke PT. PPLI Bogor untuk pengolahan lebih lanjut.
Pengujian Kualitas Air Limbah
Pengujian
kualitas air limbah di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries yang dilakukan
di Unit Pengolahan Limbah (UPL) meliputi pengukuran pH, temperature, DO, BOD, COD,
SV30, dan jenis mikroba yang ada.
Pengukuran pH
Pengukuran
pH mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pengolahaan limbah.
Mikroorganisme dalam kolam aerasi membutuhkan pH yang optimal untuk dapat
melakukan proses microbial. Di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries, pH yang
digunakan pada kolam aerasi untuk dapat mendukung kemampuan mikroorganisme
dalam mendegradasi limbah adalah 6-8.
Metode
pengukuran pH di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai
berikut:
1. Pengambilan
sampel dilakukan pada kolam ekualisasi,cooling tower, kolam aerasi 1 dan 3 atau
kolam aerasi 2 dan 4, bak sedimentasi 1 ,2, 3, 4 dan effluent.
2. Mengambil
air limbah dengan menggunakan ember
3. Mengukur
pH masing-masing kolam dengan menggunakan pH meter
4. pH
dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran
temperature
Pengukuran
temperature dilakukan karena pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh
temperature. Temperature antara 250 - 370C merupakan
temperature paling sesuai dengan kemampuan mikroba untuk dapat hidup dan
beraktivitas dalam lingkunagn air limbah.
Metode
pengukuran temperature di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah
sebagai berikut:
1. Pengambilan
sampel dilakukan pada kolam ekualisasi,cooling tower,kolam aerasi 1 dan 3 atau
2 dan 4, bak sedimen 1, 2, 3, 4 dan effluent
2. Mengambil
sampel air limbah dengan menggunakan ember
3. Mengatur
temperature dengan menggunakan DO meter
4. Temperature
dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran DO
(Dissolve Oxygen)
Pengukuran
nilai DO bertujuan untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut dalam air limbah
yang merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk memperkirakan
beban materi organic yang terdapat dalam air limbah.
Metode
pengukuran nilai DO di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai
berikut:
1. Elektroda
oksigen meter (DO meter) dimasukkan dalam kolam aerasi 1, 2, 3, dan 4.
2. Hasil
pengukuran dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran SV30
(Sludge Volume 30 menit)
SV30
digunakan untuk mengetahui jumlah padatan yang terendap didalam cairan pada
saat proses pengolahan. SV30 dapat digunakan sebagai indikasi
kemampuan mengendap.
Metode
pengukuran SV30 di PT. Tiga
Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai berikut:
1. Mengambil
sampel dengan menggunakan ember pada kolam aerasi 1, 2, 3, dan 4
2. Memasukkan
masing-masing sampel kedalam gelas ukur sebanyak 1 L kemudian diendapkan selama
30menit
3. Volume
lumpur dicatat dalam lembar control UPL.
Pengukuran COD
(Chemical Oxygen Demand)
Pengukuran
nilai COD bertujuan untuk mengetahui jumlah oksigen yang diperlukan oleh bahan
kimia untuk menguraikan bahan-bahan yang bersifat organic. Pengukuran nilai COD
sangat diperlukan, hal ini karena nilai efisiensi COD menunjukkan kinerja dan
efektivitas dari system pengolahan limbah sebelum dibuang ke lingkungan.
Metode
pengukuran COD di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah sebagai
berikut:
1. Mengambil
sampel dari kolam ekualisasi, sedimentasi 1,sedimentasi 2, dan effluent
2. Mengambil
masing-masing 5 ml sampel ke dalam Erlenmeyer
3. Menambahkan
kedalam masing-masing sampel sebanyak 15 ml aquades
4. Masukkan
10 ml K2Cr2O7 0,25 N dan 30 ml larutan AgSO4
dalam H2SO4 pekat, serta masukkan batu didih
5. Setelah
2 jam, penangas dimatikan dan menambahkan 60 ml aquades kedalam larutan melalui
leher pendingin
6. Larutan
didinginkan hingga mencapai temperature kamar
7. Menambahkan
3 tetes indicator ferroin
8. Menitrasi
masing-masing sampel dengan menggunakan larutan standar FAS sampai warna hijau
biru berubah enjadi merah coklat
9. Mencatat
volume titrasi dari masing-masing sampel dan menghitung nilai COD yang
diperoleh
10. Untuk
larutan blangko diberikan perlakuan yang sama tetapi sampel air limbah
digantikan dengan air suling.
Pengukuran nilai COD dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
COD = (Va-Vb)xNx800
V sampel
Keterangan:
Va =volume
titrasi FAS pada blangko
Vb =volume
titrasi FAS pada sampel
N =normalitas
untuk FAS
Pengukuran BOD5
(Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran
BOD5 bertujuan untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroba aerobic untuk menguraikan organic terurai dalam periode waktu 5 hari 1
liter air limbah.
Metode
pengukuran BOD5 di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah
sebagai berikut:
1. Mengambil
sampel dari kolam ekualisasi, kolam sedimentasi 1, dan effluent
2. Membuat
larutan pengencer yang terdiri dari larutan buffer, FeCl3, MgSO4,
dan CaCl2 masing-masing 2 ml, ditambahkan aquades sampai volume 3
liter kemudian di aerasi selam 1 jam
3. Memasukkan
sampel 5 ml dalam labu ukur 1000 ml kemudian encerkan dengan larutan pengencer
hingga tanda batas
4. Memasukkan
larutan tersebut kedalam 2 botol winkler hingga penuh dan tidak ada gelembung
udara
5. Menambahkan
masing-masing 2 ml KMnO4 dan KI pada masing-masing sampel
6. Menambahkan
2 ml H2SO4 pekat kemudian menambahkan indicator amilum
7. Menitrasi
larutan dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3
0,25 N sebagai DO0
8. Botol
lain pada masing-masing sampel disimpan selama 5 hari kemudian dititrasi
sebagai DO5
Pengukuran BOD5 dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
BOD5 =
((D1-D2)xf)
p
Keterangan:
D1 = DO dari sampel yang diencerkan
setelah preparasi (mg/L)
D2 = DO dari sampel yang diencerkan
setelah diinkubasi selama 5 hari (mg/L)
F = factor pengenceran
P = volume
Penentuan Jenis
Mikroba
Jenis
mikroba tertentu seperti Vorticella, Philodina, dan Protozoa dapat dijadikan
indicator baik buruknya keadaan limbah yang diolah. Jika ada mikroba tersebut
artinya air limbah yang diolah sesuai dengan standar baku mutu lingkungan dan siap untuk
didistribusikan ke sungai. Tetapi jika tidak ada mikroba tersebut berarti air
limbah harus mengalami proses pengolahan kembali hingga memenuhi standar baku mutu lingkungan.
Metode
penentuan jenis mikroba di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries adalah
sebagai berikut:
1. Mengambil
sampel dari kolam aerasi 1, 2, 3, dan 4, kemudian dimasukkan dalam gelas kimia
2. Meletakkan
masing-masing satu tetes sampel kedalam kaca preparat kemudian ditutup dengan
kaca penutup
3. Mengamati
mikroba dibawah mikroskop
4. Jumlah
dan jenis mikroba dicatat dalam lembar control UPL.
System
pengolahan linbah cair di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries menggunakan metode
gabungan antara metode fisikawi, biologi, dan kimiawi. Proses pengolahan secara
fisikawi terjadi pada kolam ekualisasi, cooling tower, thickner, dan kolam
sedimentasi. Pada tahap-tahap ini limbah cair mengalami penurunan pH dan
temperature. Limbah yang keluar dari bagian pewarnaan mempunyai temperature
yang cukup tinggi sekitar 40-500C yang berasal dari proses dyeing
dan secoring yang menggunakan temperature operasi > 1200C. oleh
sebab itulah temperature limbah harus diturunkan terlebih dahulu hingga
mencapai 30-350C. Temperature operasi tersebut dipilih karena
merupakan temperature optimum untuk bakteri lumpur aktif. Proses penurunan pH
dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat (H2SO4)
sehingga limbah cair dapat dinetralisir. Serupa dengan penurunan temperature,
tujuan penambahan asam sulfat hingga pH 6-8 adalah untuk menyediakan kondisi
optimum agar aktivitas bakteri lumpur aktif dapat optimal.
Proses
pengolahan secara biologi terjadi pada kolam aerasi. System pengolahan secara
biologi ini merupakan manipulasi proses degradasi secara alamiah. Pada bak
aerasi dipasang aerator untuk menambah pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh
bakteri pengurai. Air limbah mengalami perlakuan secara biologi dengan metode
lumpur aktif yang merupakan kumpulan komunitas mikroba. Pada kolam aerasi
materi-materi organic akan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai nutrisi sehingga
kandungan bahan-bahan dalam limbah cair dapat berkurang karena aktivitas
mikroba dalam kolam aerasi. Pada kolam aerasi perlu ditambahkan nutrisi seperti
urea dan SP-27 sebagai sumber nitrogen dan pospor. Hal ini bertujuan untuk
memacu kerja dari bakteri pengurai sehingga proses pengolahan limbah akan
berlangsung sempurna. Setelah melewati kolam aerasi limbah dialirkan kekolam
sedimentasi. Di dalam kolam sedimentasi terjadi pengendapan lumpur yang ikut
bersama limbah.
Proses
pengolahan kimiawi terjadi pada kolam koagulasi dan kolam flokulasi,dimana
lumpur yang tidak terendap dan komponen limbah yang tidak terserap oleh bakteri
dilewatkan kedalam kolam koagulasi dengan penambahan koagulan PAC (Poli
Alumunium Cloride) dan flokulan polimer anion. Pada proses ini akan terjadi
pembentukan mikroflok pada kolam koagulasi yang selanjutnya akan bergabung
menjadi makroflok pada kolam flokulasi. Limbah yang dihasilkan dialirkan ke
kolam sedimentasi umtuk diendapkan kembali, untuk kemudian dapat dialirkan ke
lingkungan. Namun untuk mengetahui kualitas air limbah yang telah diproses, air
dialirkan ke dalam kolam ikan sebagai indicator biologis. Penggunaan indicator
ini kurang valid karena yang digunakan adalah makhluk hidup dengan kondisi
tubuh yang berbeda-beda.
Parameter yang
diukur:
1. pH
(potensial hydrogen)
Derajat keasaman
atau disebut pH merupakan parameter yang berfungsi untuk mengetahui atau
menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan. Air limbah yang tidak
netral akan menyulitkan proses biologi sehingga mengganggu proses pengolahannya
(Sugiharto,1987). Berdasarkan data yang diperoleh pada pH awal,selama proses
pengolahan, dan setelah proses pengolahan memiliki rata-rata sebesar 8,1. Nilai
ini memenuhi baku
mutu yang ditetapkan pemerintah,sehingga layak dibuang ke lingkungan.
2. Temperature
Pengukuran
temperature di PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries dilakukan pada kolam
ekualisasi, kolam aerasi, kolam sedimentasi, dan effluent. Dari data yang
diperoleh temperature air limbah tertinggi terdapat pada kolam ekualisasi
karena air limbah berasal dari proses produksi yang menggunakan tempertur
tinggi. Kondisi temperature harus selalu dikontrol agar proses pengolahan
berjalan dengan lancar.
3. DO
(Dissolve Oxygen)
Nilai DO
menunjukkan besarnya oksigen terlarut yang dibutuhakn oleh mikroorganisme untuk
hidup dan menguraikan zat-zat organic.
4. SV30
Nilai SV30
digunakan untuk mengidentifikasi jumlah padatan dalam limbah cair pada saat
proses pengolahan. Bila daya serap tinggi, maka mutu hasil pengolahan adalah
baik, dan sebaliknya jika daya serap rendah maka hasil pengolahan jelek. Hal
ini dikarenakan terjadi gelembung-gelembung akibat banyaknya zat yang belum
terdekomposisi. Fenomena ini disebut Sludge Bulking,dimana bakteri yang
memperkuat flok berkurang dan yang tersisa adalah bakteri yang miskin daya
tenggelam.
5. COD
(Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organic akan
dioksidasi oleh kalium bikromat menjadi gas CO2 dan H2O
serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat (K2Cr2O7)
digunakan sebagai penyuplai oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap
buangan organic akan mengikuti reaksi berikut.
CxHyOz
+ Cr2O72- + H+ = CO2
+ H2O + Cr3+
(Kuning) (Hijau)
Reaksi tersebut
perlu pemanasan dan juga katalisator perak sulfat (Ag2SO4)
untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organic diperkirakan ada
unsure klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri (Hg2SO4)
untuk menghilangkan gangguan tersebut. Klorida dapat mengganggu karena akan
ikut teroksidasi oleh kalium bikarbonat sesuai reaksi berikut :
6Cl- +
Cr2O72- + 14H+ = 3 Cl2
+ 2Cr3+ +7H2O
Warna limbah
(sampel) yang mengandung bahan buangan organic sebelum reaksi adalah kuning.
Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen
yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organic sama
dengan jumlah kalium bikarbonat yang digunakan pada reaksi oksidasi. Semakin
banyak oksigen yang diperlukan maka air lingkungan semakin banyak tercemar oleh
bahan buangan organic.
Pada dasarnya nilai
COD yang dihasilkan pad effluent masih berada diatas ambang batas yang
ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 150 mg/L. Karena rendahnya efisiensi
ini, maka pihak UPL PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries melakukan seeding
ulang untuk mendegradasi limbah.
6. BOD5
(Biochemical Oxygen Demand)
BOD5
merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur kandungan senyawa organic
yang dapat dirombak mikroorganisme. Semakin besar nilai BOD maka semakin besar
bahan pengotor organic dalam air limbah tersebut.
Pemeriksaan BOD
didasarkan atas freaksi oksidasi zat organic dengan oksigen didalam air, dari
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobic. Sebagai hasil
oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air, dan ammonia. Reaksi oksidasi dapat
dituliskan sebagai berikut:
CnHaNc
+ (n+a/4-b/2-3c/4) O2 = nCO2 + (a/2-3c/2) H2O
+ cNH3
Atas dasar reaksi
tersebut yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5
hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka pemeriksaan BOD dapat
digunakan untuk memperkirakan beban pencemaran zat organic.
Unit Pengolahan
Limbah PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries melakukan tes BOD ini selama 5
hari karena waktu ini dianggap paling efektif.